Senin, 19 September 2022

PROSES PEMBUATAN JALUR TAHUN 80-AN DI RANTAU KUANTAN

PROSES PEMBUATAN JALUR TAHUN 80-AN DI RANTAU KUANTAN

Oleh : Nafriandi

Panjang Jalur yang digunakan dalam Pacu Jalur berkisar antara 25 s/d 40 meter, dimana jalur dibuat dengan menggunakan sebatang kayu yang utuh, dari panjang Jalur tersebut tentu bukanlah perkara mudah untuk bisa memiliki sebuah Jalur, apalagi pada masa teknologi belum berkembang, butuh kebulatan tekad dan kebersamaan, agar impian untuk memiliki jalur dapat diwujudkan.

                   Ma elo jaluar desa Koto rajo - KHS  - Sumber foto : Riau Mandiri.co

Batabo atau gotong royong dirantau kuantan sudah menjadi tradisi masyarakat sampai saat ini, setiap kegiatan kemasyarakatan dari dulu dilaksanakan dengan batobo, terutama untuk kegiatan yang mememerlukan banyak tenaga dan bahkan biaya, membuat Jalur salah satu kegiatan yang selalu dilaksanakan tradisi batobo tersebut, mulai dari survey pencarian kayu, penebangan, maelo (maenarik) jalur dan sampai berbentuk kayu tersebut menjadi sebuah perahu atau Jalur.

Pada zaman modern saat ini kegiatan Betobo mengalami degradasi, kemajuan teknologi mengubah sistem dan pola masyarakat dalam mengatasi persoalan, kegiatan masyarakat sudah beralih dari menggunakan tenaga manusia (manual) ke tenaga mesin, seperti maelo Jalur, ketika sudah beralih ke tenaga mesin, dengan sendirinya untuk proses Batobo dalam maelo jalur dirantau kuantan berkurang dan bahkan hilang seiring perkembangan zaman.

Penulis mencoba untuk mengingat-ingat ulang proses pembuatan Jalur diwilayah domisili penulis lahir, dari kanak-kanak sampai dewasa muda, mohon ma’af jika nantinya ada yang kurang berkenan terhadap locus yang diambil, locus pembuatan Jalur dibawah tahun 1990 an yang disampaikan adalah dari desa Koto Sentajo kecamatan Kuantan tengah kabupaten Indragiri hulu, sekarang desa Koto sentajo kecamatan Sentajo raya kabupaten Kuantan Singingi.

Kepada pembaca khususnya kekawan sepermainan, Abang, Mamak, Bapak, Datuak dan saudaraku yang lain, yang mungkin juga banyak tau dan menyimpan cerita tentang pembuatan Jalur tempo dulu, diharapkan dikoreksi jika terdapat informasi yang kurang dan bahkan tidak sesuai, semoga tulisan ini dapat menambah sedikit informasi masyarakat di era milenial dan walaupun hanya setitik air ditengah laut dan sebutir pasir ditepi pantai.

Bahan kayu untuk pembuatan Jalur pada dekade 80-an mungkin tidak sesulit saat ini, karena untuk kenegerian Sentajo sendiri yang terdiri dari 4 (empat) dari 5 (lima) desa yaitu Kampung baru sentajo, Koto sentajo, Muaro sentajo dan Pulau komang sentajo, mencari kayu untuk jalur biasanya pada rimba atau hutan yang tebentang mulai dari hutan lindung Sentajo – sampai ke muara langsat, sedangkan Pulau kopung sentajo mungkin lebih memilih pada rimbo kukok dan sekitarnya yang berbatasan langsung dengan desa tersebut.

Rimba atau hutan tempat pengambilan kayu tersebut dilintasi sebuah jalan penghubung dari Sentajo sampai muara langsat panjangnya ± 30 KM, dimana dari simpang PT.PT kampung baru sentajo sampai ke hutan lindung sekitar ± 2 KM, artinya rimba atau hutan kiri kanan jalan terbentang sepanjang ± 28 KM sampai muara langsat, hutan atau rimba tersebut diselingi lahan perkebunan karet masyarakat setempat, pada jalan tersebut dapat juga sebagai akses ke kiri jalan ke desa Jake dan Singingi, ke kanan Jalan ke desa Sako Pangean.

Pada suatu ketika desa Koto sentajo membuat sebuah jalur dimana kayunya diambil di antara KM 8 sampai KM 10 ruas jalan Sentajo – Muara langsat, kita anggap kayu diambil di KM 9 (yang ingat mohon koreksi persis lokasinya) dan untuk jenis kayu, tinggi pohon dan umur kayu, penulis juga tidak mengetahui sampai ke ranah itu, karena saat itu penulis masih anak-anak, mohon juga kepada pembaca agar dapat menyampai informasi terkait jenis dan umur kayu yang ideal untuk dijadikan jalur.     

Proses pembuatan Jalur dekade 80-an di Rantau kuantan tepatnya di desa Koto Sentajo saat ini kecamatan Sentajo raya kabupaten Kuantan singingi sebagai berikut :

1.        Survey

Dimulai oleh suatu keinginan masyarakat desa untuk memiliki jalur, maka para perangkat desa berunding, kemudian setelah ada kata sepakat, maka mulailah dilakukan penjajakan atau survey terhadap kayu yang akan digunakan untuk membuat sebuah jalur tersebut, survey dilakukan oleh perangkat desa bersama masyarakat siapa saja yang mau ikut, dalam survey ini biasanya tidak perlu terlalu banyak orang. 

Informasi untuk kayu jalur biasanya sudah ada dari masyarakat, terutama dari masyarakat yang selalu melakukan aktifitas ke sekitraran rimba atau hutan seperti manakiak, mancari palibai, mamikek kuaran dan lain-lain, namum biasanya perlu dilakukan survey untuk melihat dari dekat apakah jenis dan umur kayu sudah bisa untuk digunakan, bagaimana dengan kondisi disekitaran pokok kayu, itu semua perlu juga diketahui.

2.        Penebangan

Setelah kayu sesuai dengan keinginan dan disepakati, maka dilanjutkan dengan proses penebangan,, namun sebelum ditebang dilakukan terlebih dahulu proses permohonan dan do’a disekitaran pokok kayu, agar diberi kelancaran untuk semua proses dan selain itu proses do’a juga merupakan permintaan izin kepada pemilik alam Allah S.W.T, untuk meminta makluk ciptaannya yang akan digunakan untuk pembuatan Jalur.

Setelah pokok kayu untuk dibuatkan jalur tersebut tumbang, langkah selanjutnya adalah melakukan pemotongan dahan-dahan dan ranting, pokok kayu dibersihkan serta dirapikan, kemudian untuk mengurangi beban saat penarikan nanti, maka tukang sudah mulai untuk membentuk jalur sementara, dimana pembentukan dilakukan untuk berat, dengan tidak mengganggu unsur penting dalam sebuah Jalur.      

3.        Maelo Jalur

Maelo (menarik) jalur salah satu proses yang paling ditunggu oleh masyarakat, karena pada proses inilah betobo atau gotong royong sesungguhnya akan sangat terlihat, diawali pemberitahuan melalui canang (alat telempong), tukang canang memberi kabar atau berita tersebut atas perintah Pak wali atau Kepala desa, tukang canang berkeliling wilayah yang menjadi yang menjadi tanggung jawabnya

Informasi melalui tukang Canang dilakukan dimalam hari, berjalan memukul canang kemudian berhenti lalu marongak menyampaikan kabar, dimana bait kata untuk canang maelo jalur lebih kurang seperti ini “ooooh rang banjar iko, latibo pulo parentah dari pak banjar kito, bisuak kolam kito maelo jaluar, patah rantiang, bakumpual dikodai panjang, baok nasi ngan mangkanan, jangan lupo lobian,….itu ja nye”, jalan lagi begitu seterusnya.

Maksud dari informasi diatas kira-kira seperti ini, “ooooh orang wilayah sini, sudah datang pula perintah dari pimpinan kita, besok pagi kita menarik jalur, dari yang kecil sampai dewasa, tua dan muda harus ikut, berkumpul dikedai panjang, bawak nasi dan makanan ringan (snack), jangan lupa dilebihkan,…itu saja”, saat maelo jalur desa tersebut biasanya sepi, karena antusias masyarakatnya pada proses tersebut biasa sangat tinggi.

Dalam proses batobo atau gotong royong maelo jalur ini yang ikut biasanya tidak saja masyarakat dari desa bersangkutan, ada juga masyarakat desa tetangga yang bergabung, hal seperti sudah biasa dalam pelaksanaan maelo jalur, dalam maelo Jalur biasanya dibantu alat penarek yaitu rotan yang berfungsi sebagai tali penarik, untuk melancarkan penarikannya dibantu dengan galang atau potongan-potongan kayu bulat yang disusun dibawah jalur tersebut yang berfungsi sebagai roda.

Rotan yang disambung-sambung, hingga mencapai 150 – 250 meter bahkan lebih, sedangkan potongan kayu Ø ± 10 sampai 15 Cm dengan panjang ± 2 – 2,5 M, ketika jalur ditarik bersama-sama, secara estafet sambil maelo potongan-potangan kayu dipindahkan kedepan jalur, dalam memindahkan galang harus berhati-hati, agar galang yang ada dibawah jalur yang sedang berjalan tidak menggilas kaki.

Maelo jalur tidak dilakukan setiap hari, karena harus menimbang aktifitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, oleh sebab itu proses tersebut biasanya dilakukan dihari libur anak sekolah yaitu pada hari ahad, proses maelo jalur yang dilakukan menggunakan tenaga masyarakat dimulai dari tempat atau lokasi penebangan pokok kayu sampai pada lokasi tambatan didesa yang telah disediakan.

Lama proses mealo jalur tergantung jarak kayu jalur dengan lokasi tempat tujuan jalur dan kemampuan masyarakat dalam 1 (satu) hari, jika lokasi sejauh ± 9 (Sembilan) KM, kemampuan maelo jalur 1,5 KM sampai 2 KM perhari, maka lama maelo untuk kondisi tersebut adalah selama 5 (lima) hari ditambah 1 (satu) hari menarik dari lokasi pokok kayu yaitu selama 6 (hari) atau 6 (enam) minggu setara dengan 1,5 (satu koma lima) bulan.

Selain itu kemampuan maelo jalur perhari juga tergantung kondisi lapangan, jika tali atau rotan sering putus, tentu akan berpengaruh pada jarak menarik per harinya, dalam maelo pegangan dan tenaga harus dikeluarkan serentak, dalam maelo tersebut harus mendengarkan aba-aba dari komando yang ada didekat jalur, dimana aba-aba akan mempermudah dalam penarikan kayu jalur tersebut. 

Saat maelo jalur rotan/tali penarik putus sudah menjadi hal yang biasa, bahkan terkadang sengaja diputus, saat rotan/tali putus sorak-sorai penarik bergemuruh, jatuh bersama semua peserta penarik jalur tak terelakan, gelak tawa dan kecerian akan terpancar dari semua penarik sepanjang rotan/tali tersebut, saat putus biasanya menjadi kesempatan untuk istrahat, maelo jalur rutin dilakukan setiap ahad sampai jalur pada tujuan tambatannya.

Masih terkenang dalam ingatan, saat istrahat makan siang bersama ditepi jalan pinggiran rimbo/kebun masyarakat, tepatnya antara KM 3 - 3,5 sesudah hutan lindung Sentajo sebelum persimpangan 4 (kiri ke Telukkuantan, kanan ke Teratak air hitam dan lurus Sentajo atas), tercermin bukti kebersamaan masyarakat saat itu sambil makan diatas daun pisang nasi ibek, membawa bekal atau tidak semua peserta pasti menikmati makan siang bersama tersebut

4.        Malayuar Jalur

Setelah kayu jalur sampai dilokasi, saat itu kayu jalur ditempatkan di ujung kedai panjang arah Telukkuantan, tepatnya dipinggir sawah desa Koto sentajo, jalur yang belum sepenuhnya terbentuk tersebut, mulailah dikerjakan oleh tukang, dimana pengerjaannya biasanya mencapai 1 – 2 bulan, malayuar atau mandiang atau pengasapan jalur biasanya menunggu arahan dari tukang dan pada saat dilayuar jalur sepenuhnya belum selesai.

Selama pengerjaan Jalur oleh tukang kebersamaan masyarakat desa saat itu kembali terlihat, kerena untuk memenuhi makan minum tukang, masyarakat secara bergiliran membawa makanan sampai jalur tersebut selesai, bantuan dari orang-orang tertentu sebenarnya juga ada, namun proses betobo tetap yang utama dimasyarakat saat itu, walaupun hidup saat itu serba sederhana, namun ketika sudah bersatu banyak mimpi yang bisa terwujud.

Ketika tukang jalur sudah menyatakan jalur siap di layuar, maka mulailah dilakukan persiapan kelengkapan untuk malayuar jalur, tujuan jalur di layuar adalah agar “mengembang”, namun silahkan untuk diluruskan, apa tunjuan jalur di layuar sebenarnya, saat malayuar yang sangat dibutuhkan adalah panas dan asap, jadi dalam malayuar jalur diusahakan panas terjaga dan asap sebanyak mungkin.

Untuk malayur Jalur tersebut semua generasi di rantau kuantan dan Indragiri, jika ingin mengetahui prosesnya silakan lihat permbuatan jalur baru, kepada pembaca yang mengetahui silakan sampaikan proses melayuar jalur yang lengkap, apa tujuan melayuar, lama malayuar, apa yang dilakukan setelah di layuar, hiburan saat Malayuar dan proses lainnya dalam malayuar.    

Dari proses pembuatan jalur diatas, ada perubahan proses yang sangat mendasar yaitu saat membawa jalur dari lokasi ke tujuan, dimana dibawah tahun 90 an maelo jalur dilakukan bersama-sama dengan batobo menggunakan tenaga manusia, dizaman modern saat ini maelo atau menarik jalur sudah menggunakan alat berat, sehingga dengan perubahan tersebut, kayu jalur lebih cepat sampai ke tujuannya.

Beberapa hal penting yang terkandung dalam proses pembuaatan jalur, mulai dari penebangan sampai selesainya jalur tersebut dan bahkan sampai pada saat berpacu antara lain :

1.    Sebelum kayu ditebang, do’a dan permintaaan izin untuk mengembalikan makluk hidup, artinya satu batang kayu yang akan kita tebang harus meminta izin kepada sang penguasa dan penciptaNya.

2.        Dalam Batobo atau gotong royong kita telah bersilahturahmi, dimana selaturahmi adalah salah satu bentuk menjaga persatuan dan kesatuan, dengan betobo masyarakat menjadi kuat dan dengan muda mencapai keinginan bersama

3.        Dari proses maelo jaluar tempo dulu, masyarakat dilatih untuk bersedekah yang memang sudah dianjurkan dalam agama, sehingga dalam membuat jalur dan saat ikut berpacupun kebersamaan tersebut selalu terjaga, walaupun saat itu tidak semewah sekarang.

Jadi sewajarnya kabupaten Kuantan singingi mengedepankan motto “ Basatu Nagori Maju ” karena dalam urusan kemaslahatan orang banyak, dari dulu masyarakat Rantau kuantan sudah mengedapankan Batobo dalam menyelesaikan persoalan, sudah tertanam dalam jiwa masyarakatnya, bahwa setiap persoalan yang patut disamakan selalu dipecahkan bersama-sama, menggantungkan diri kepada 1 atau 2 orang atau kepihak manapun, bukan karakter masyarakat Rantau kuantan sejak dulunya, baik pribadi dan/atau perkumpulan masyarakatnya selalu berdikari.

Bila hidup tidak bersatu

Disanalah tempat tumbuhnya seteru


Bila hidup berpecah belah

Yang kuat menjadi lemah

 

Bila hidup tidak mufakat

Seteru banyak musuhpun dekat

 

Bila hidup tidak sehati

Banyaklah kerja tidak menjadi 

Semoga Betobo untuk kebaikan selalu eksis, nilai budaya yang baik mari selalu kita jaga, jika ada yang dianggap belum serasi dan belum sesuai, mari sama kita luruskan, nilai yang tidak dapat diluruskan mari segera dibuang.

 

Jika terdapat kata dan tulisan atau maksud yang tidak tepat mohon koreksinya dan mohon ma’af jika ada yang tidak berkenan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PACU JALUR TERINTEGRASI DAPAT MENJAGA BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN WISATA DAN MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Oleh : Nafriandi Masing-masing daerah berusaha secara kontinyu untuk mempertahankan dan bahkan mencari potensi baru dibidang pariwisata, k...