Senin, 25 Juni 2018

SEJARAH PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA INDONESIA



Proses Pengadaan Barang/Jasa membidangi Jasa konstruksi dalam rangka menyediakan Sarana dan Prasarana infrastruktur, merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pembangunan yang dilaksanakan secara terus menerus menjadi kegiatan dalam bidang ekonomi, social dan budaya, Jasa Konstruksi yang dilaksanakan terdiri dari beberapa bidang yaitu Sipil, Arsitektur, mekanikal, elektrikal dan Tata lingkungan.



Gambar : https://diskominfotik.ntbprov.go.id/content/sekilas-tentang-pengadaan-barangjasa-secara-elektronik-1

Proses pengadaan barang/jasa yang merupakan hal yang sangat penting dalam menyediakan Sarana dan Prasarana yang memadai, tentu harus diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga tujuan pembangunan nasional bisa tercapai sebagai mana yang telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual.

Berkenaan dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tentu diperlukannya aturan yang jelas sebagai patokan dan perangkat yang berisi sejumlah aturan yang dibuat untuk menegakkan ketertiban dalam masyarakat, peraturan diciptakan untuk mengatur perilaku serta hubungan antar pelaku dan peraturan merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan, dalam menciptakan rasa nyaman bagi para pelaku pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.  

Peraturan Perundang-undangan terkait Pengadaan barang/Jasa khususnya jasa konstruksi sesuai pengetahuan penulis sudah ada sejak tahun 1941, pada saat itu peraturan terkait Jasa Konstruksi ditetapkan oleh Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya dan aturan tersebut sebagian isinya masih digunakan pada peraturan perundang-undangan saat sekarang ini.

Pada artikel ini penulis mencoba mengajak pembaca semua untuk mengingat-ingat kembali,  sejarah panjang peraturan perundangan-undangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah khususnya Jasa Konstruksi, baik undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden/Keputusan Presiden, mengapa demikian? Karena peraturan perundang-undangan akan selalu menjadi teman dan pedoman bagi kita para pelaku dalam pelaksanan Pengadaan Barang/jasa.

TAHUN 1941 – 1999

Proses Pengadaan Barang/Jasa khususnya Jasa Konstruksi pada periode ini menggunakan Algemene voorwarden voor de uitvoering bij aanneming van openbare werken (Syarat-syarat umum untuk pelaksanaan bangunan umum yang dilelangkan) Ditetapkan dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 nomor 4 atau dikenal dengan sebutan AV 41

AV.41 dibuat untuk mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara Pengguna Jasa dan Penyedia 
Jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi, konon kabarnya Asosiasi Kontraktor Hindia Belanda ikut menyusun dan merumuskan Syarat-Syarat ini, walaupun produk dizaman Kolonial Belanda, namun itulah dasar atau pedoman bagi para pelaku dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa

Beberapa ketentuan AV.41 yang baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku sekarang ini (seperti UU. No.18/1999  dan PP. 29/2000) tetap masih berlaku, karena belum pernah dicabut, penulis sampai saat ini memang tidak memiliki koleksi buku AV.41 tersebut, keterangan singkat terkait AV.41 ini penulis kutip dari modul yang dibuat oleh Bapak Ir. H. Nazarkhan Yasin.

Pada periode ini sepengetahun penulis pertama terbit aturan berupa keputusan untuk mengatur Pengadan Barang/Jasa yaitu Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggran Pendapatan dan Belanja Negara Tanggal 20 Maret 1994, namun Keputusan Presiden lebih membahas kepada penganggaran atau pembiayaan kegiatan, kerana mungkin pada saat itu proses pengadaan barang/jasa masih mempedomani peraturan yang sudah ada yaitu AV.41.      

TAHUN 2000 – 2017

Setelah begitu lama AV.41 menjadi pedoman dalam proses pengadaan barang/jasa yaitu ± 59 tahun, seiring perkembangan zaman proses pengadaan barang Jasa tentu harus semakin lebih baik, sehingga perlu penggantian untuk perbaikan-perbaikan untuk menambah hal-hal yang dirasa patut untuk dimasukan pada peraturan perundang-undangan baru, maka pada tahun 1999 lahirlah peraturan perundang-undangan yang baru pada tanggal 7 mei 1999 yaitu Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.

Undang-undang nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi mempunyai peran yang sangat penting dalam dalam kemajuan proses pengadaan barang/jasa, karena undang-undang ini memiliki beberapa aturan turunan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam proses pelaksanaan pengadaan barang Jasa, baik terkait penyelenggraan, peran serta masyarakat dan pembinaan jasa konstruksi, semuanya diatur dalam Peraturan Pemerintah dan aturan lain dibawahnya

Pada periode ini terkait pengadaan barang/Jasa dan sebelum adanya Peraturan Pemerintah sebagai aturan turunan Undang-undang lahir terlebih dahulu Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa Instansi Pemerintah pada tanggal 21 Februari 2000, Keputusan Presiden ini adalah Penggantian dari Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggran Pendapatan dan Belanja Negara.  

Peraturan turunan Undang-undang nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi yang secara hirarkhi berada dibawah Undang-Undang yaitu Peraturan Pemerintah, dimana isi yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, Peraturan-peraturan tersebut semuanya ditetapkan pada tanggal 30 mei 2000 adalah :

1.      Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelengaraan Jasa Konstruksi
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa konstruksi  

Peraturan-peraturan Pemerintah diatas mempunyai peran masing-masing terkait ketentuan-ketentuan pokok Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah khususnya Jasa Konstruksi, sebenarnya Peraturan Pemerintah yang secara hirarki memiliki aturan turunan yaitu Peraturan Presiden, namun sampai pada periode tersebut Peraturan Presiden terkait pengadaan barang/Jasa belum ada diterbitkan.

Keputusan Presiden merupakan sebagai petunjuk yang lebih spesifik dan detail mengatur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebelum adanya Peraturan Preseiden, sehingga dalam pelaksanaannya saat itu mengacu kepada Keputusan presiden dan pada tanggal 3 Nopember 2003 ditetapkan lagi Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.

Barulah pada tanggal 6 agustus 2010 ditetapkannya peraturan yang secara hirarkhi memang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengadaan Barang/jasa yang semakin memenuhi ketentuan, baik dalam proses lelang maupun dalam proses pelaksanaannya konstruksi, peraturan tersebut yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah peraturan Pengadaan barang/jasa yang sangat penting bagi kemajuan Pengadaan Barang/jasa, karena terjadinya perubahan yang signifikan terhadap inovasi dan berbagai perubahan lainnya ada dalam pengganti pedoman/acuan sebelumnya, hal ini tentu dilakukan  dalam rangka ketersediaan aturan untuk kenyamanan para pelaku Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Selain hal diatas ada keunikan pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 ini yaitu Peraturan Presiden ini mengganti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, sungguhpun demikian halnya tidaklah menjadi persoalan penting yang harus kita perdebatkan, namun jauh lebih penting adalah kemajuan proses Pengadaan Barang/Jasa itu sendiri, dimana kemajuannya akan dapat dilihat dari banyak faktor salah satunya adalah ketersediaan pedoman dan aturan main yang telah diatur dalam peraturan tersebut.

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 adalah salah satu Peraturan pengadaan Barang/Jasa yang banyak terjadinya perubahan pada isinya, sebab sebelum adanya peraturan ini proses lelang yang merupakan salah satu hal penting dalam pengadaan barang/jasa, saat itu proses yang dilakukan dengan segala keterbatasannya, contoh konkrit saat itu pengumuman lelang dilakukan melalui papan-papan pengumuman dan media cetak seperti Koran.

Sejak adanya Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 proses lelang sudah mengalami kemajuan yaitu proses dilakukan secara elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)saat itu pulalah unsur pengadaan terpisah, dimana dulunya unsur pengadaan lelang berada pada instansi masing-masing dengan unsur pelaku panitia lelang, maka dalam peraturan ini sudah dilakukan terpisah sehingga Panitia lelang berdiri sendiri yaitu melalui Unit Layanan Pengadaaan (ULP) dengan pokja-pokja yang dibentuknya.

Proses Pengadaan Barang/jasa Pemerintah yang mengalami perubahan pundamental adalah dari Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 yang serba manual ke Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 yang serba elektronik, perubahan bukan saja terjadi pada proses lelangnya, namun juga pada unsur pelaksananya khususnya penanda tangan kontrak yang sejak lama di sebut Pemimpin Proyek (PimPro) berubah menjadi Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Penguna Anggaran (KPA) / Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

TAHUN 2017

Setelah ± 18 (delapan belas) tahun Undang-undang nomor 18 Tahun 1999 menjadi aturan penting dalam pengembangan Jasa konstruksi, maka pada tanggal 12 Januari 2017 lahirlah peraturan penggantinya yaitu Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, tentu undang-undang ini diharapkan akan lebih baik dari Undang-undang sebelumnya, karena tentu akan ada perbaikan dan penanbahan yang terkandung didalamnya.

Saat  penulis menulis artikel ini Undang-undang nomor 2 tahun 2017 baru ditetapkan setahun yang lalu, tentu dalam pelaksanaannya perlu adanya aturan turunan secara hirarki seperti Peraturan pemerintah dan kemudian Peraturan Presiden, aturan turunan sampai saat belum terbit, dimana jika terbit tentu akan menjadi pengganti PP nomor 28, 29 dan 30 Tahun 2000, sungguhpun demikian pelaksanan barang/Jasa Pemerintah bidang konstruksi khususnya tidaklah akan berhenti dan dalam pelaksanaannya tentu masih menggunakan aturan sebelunnya sebagai pedoman dan acuan.

Ketika masih menunggu aturan turunan dari Undang-undang nomor 2 tahun 2017 yaitu Peraturan Pemerintah, sama persisnya dengan Undang-undang 18 Tahun 1999, sebelum keluarnya Peraturan Pemerintah, terlebih dahulu keluar Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa Instansi Pemerintah, hal yang sama  juga terjadi setelah Undang-undang nomor 2 tahun 2017, terbit Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tanggal 16 Maret 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2000 saat itu hanya belaku ± 3 (tiga) tahun, kerena setelah keluar Peraturan Pemerintah pertengahan tahun 2000 sebagai turunan Undang-undang 18 Tahun 1999, pada tahun 2003 terbit pengganti Keputusan Presiden tersebut yaitu Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003, hal ini biasanya dilakukan untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya agar tidak saling bertentangan.

Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018 tentu akan mengalami hal yang sama, karena setelah keluarnya aturan turunan Undang-undang nomor 2 tahun 2017 nanti, tentu dirasa perlu juga adanya penyesuaian dengan peraturan yang lebih tinggi khususnnya menyangkut pengadaan barang/jasa terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sehingga peraturan perundang-undangan tidak bertentangan pada aturan diatasnya.

Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.di buat adalah untuk memperbaiki kekurangan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, tentu kita berharap peraturan ini akan lebih baik dari yang sebelumnya, dari banyak hal ada beberapa hal penting yang dirubah dalam peraturan ini contoh berganti namanya Unit Layanan Pengadaan (ULP) menjadi Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPJ) dan tugas serah terima Pekerjaan yang sebelumnya menjadi kewenangan serta tanggung jawab Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), pada Peraturan Presiden terbaru ini berpindah kepada Penanda Tangan Kontrak (PPK/KPA/PA).        

PERUBAHAN UNSUR-UNSUR PELAKSANA

Pada peraturan perundang-undangan Jasa Konstruksi baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah tidak langsung membuat sebutan terhadap para unsur pelaksana Jasa Konstuksi terkait pengadaan barang/jasa, hal tersebut karena pasal-pasal didalamnya hanya mengungkap bahasa secara umum seperti Penanda Tangan Kontrak dengan Pengguna Jasa, sehingga nama untuk sebutan dimunculkan di Keputusan Presiden/Peraturan Presiden seperti Pemimpin Proyek dan PPK/KPA/PA.

Unsur-unsur pelaksana Pengadaan Barang/Jasa merupakan para pelaku penting dalam mengimplementasikan perturan perundang-undangan, dimana unsur-unsur inti sebagai pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan tugas tanggung jawab dan kewenangan masing-masing yaitu :

1.      Penanggung Jawab Kegiatan oleh Pemimpin Proyek atau PA/KPA/PPK
2.      Proses Lelang oleh Panitia Lelang atau Pokja ULP
3.      Serah Terima Pekerjaan oleh Panitia Serah terima atau Panitia Penerima Hasil Pekerjaan

Tiga unsur diatas merupakan pelaksana utama dalam pemerintahan terkait pengadaan barang/Jasa, sejak AV.41 sampai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2017 (saat ini belum berlaku secara menyeluruh masih menggunakan Undang-undang No 18 tahun 1999), tidaklah terlalu banyak perubahan tugas dan kewenangan bagi unsur-unsur pelakunya.

Perubahan yang perlu dicatat terkait penanda tangan kontrak pada masa Undang-undang No 18 tahun 1999 sejak keluarnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, dimana peraturan presiden tersebut merubah nama penanda tangan kontrak dari Pemimpin Proyek (PimPro) menjadi Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) / Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), berarti sejak tahun 2011 Pemimpin Proyek Sudah tidak Ada Lagi         

Sebelum adanya Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 yang menanda tangani kontrak, khusus membidangi Jasa Konstruksi di sebut Pemimpin Proyek (PimPro) baik yang mennada tangani kontrak tersebut Kepala dinas, Kepala Seksi dan Kepala Sub seksi (unsur satuan kerja seperti dinas Pekerjaan Umum dulunya), dimana pada saat itu struktur dibawah Kepala Dinas tersebut ada Kepala Tata Usaha (Sekarang Sekretaris), Kepala Seksi (Esolan IV) atau Sekarang Kepala Bidang (Esolan III) dan Kepala Sub Seksi (esolan V) atau Sekarang Kepala Seksi (Esolan IV), sedangkan esolan V sudah tidak ada lagi (Khusus Dinas Penyelenggara Jasa Konstruksi).

Pada saat penanda tangan kontrak Pemimpin Proyek (Pimpro) dulu yang menduduki jabatan tersebut yang kami ketahui, dalam pelaksanaannya kalau tidak salah syarat utama seorang Pemimpin proyek (PimPro) tersebut adalah telah mengikuti pelatihan/Kursus Manajemen Proyek (KMP), maka sertifikat itulah yang jadi pegangan bagi seorang PimPro, kursus manajemen proyek tersebut tidak cukup dalam 2 (dua) atau 3 (tiga) hari, kalau tidak salah lama KMP tersebut 2 (dua) sampai 4 (empat) Minggu.

Pada struktural Dinas seperti Pekerjaan Umum yang bisa jadi PimPro dengan syarat yang telah disampaikan di atas adalah Kepala Seksi, Kepala Sub Seksi atau staf senior contoh salah satu seksi (Sekarang Bidang) pada Dinas Pekerjaan Umum katakanlah Seksi Jalan/Bina Marga (Sekarang Bidang Bina Marga), pada bidang tersebut terdapat 4 (empat) Paket Kegiatan, maka pada saat itu Kepala Seksi (Sekarang Kepala Bidang) salah satu paket kegiatan selaku PimPro, dan 3 (tiga) Paket Kegiatan Lainnya biasanya Bisa 3 (tiga) orang Kasubsi yang jadi PimPro masing-masing kegiatan atau staf  lain yang memenuhi syarat.

Sekarang Sejak Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010, penanda tangan kontrak berada pada Pengguna Anggaran (PA) atau didelegasisikan kewenangnannya kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pendelegasian wewenang tersebut tergantung rentang dan jumlah kegiatan, hal tersebut dilakukan mengingat kemampuan dan keterbatasan seseorang dalam menangani kegiatan, sehingga diperbolehkan adanya pendelegasian wewenang tersebut.

Selain Penanda tangan Kontrak unsur lain yang berubah sejak Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 adalah pelaksana proses lelang yang dulunya melalui instansi masing-masing dengan Panitia Lelang berubah menjadi Unit Layanan Pengadan (ULP) dimana unit ini berdiri sendiri, ULP dalam melakukan Proses lelang membentuk Pokja-pokja sebagai penanggung jawab proses dimaksud.

Kemudian setelah terbitnya Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah terjadi lagi perubahan unsur pelaksana, dimana Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) tugas dan kewenangannya berpindah kepada penanda tangan kontrak yaitu PA/KPA/PPK dan salah satu unsur yang muncul pada aturan ini adalah Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP / PPHP).

Selaku Penggiat Pengadaan/Barang Jasa kita berharap, setiap hal yang baik dan bagus dalam peraturan perundang-undangan perlu dipertahankan dan jangan karena kegagalan dalam pengimplementasian muncul perubahan baru, perubahan peraturan perundang-undangan hendaknya lebih kepada inovasi dan perubahan serta perkembangan zaman, apalagi saat ini unsur pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah terkait Jasa Konstruksi terjadi kekurangan Sumber daya manusia (SDM) mungkin hampir di setiap Daerah.

           Ketika semakin banyak orang bekerja dan bicara sesuai kompetensinya, merupakan salah satu pertanda kemajuan suatu negeri                        


Catatan 

Semoga Artikel ini dapat menambah referensi bagi para penggiat Pengadaan Barang/Jasa dan segala kekurangan mohon diluruskan, karena disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis

Dengan semakin luas dan Komplitnya pengadaan Barang/jasa tentu harus diiringi dengan ketersedian sumber daya manusia khususnya terkait Jasa Konstruksi

Pada tulisan ini tidak memuat perubahan Peraturan Perundang-undangan, namun lebih kepada peraturan induknya, dimana PP dan PerPres bahasan pada di artikel ini sebenar ada perubahan.

Jika terdapat Peraturan Perundang-undangan yang tertinggal mohon koreksi bagi pembaca yang bijaksana  

Terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan dalam tulisan ini
Mumpung masih bulan Syawal
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439 H / 2018 M
Oleh : N a f r i a n d i

PACU JALUR TERINTEGRASI DAPAT MENJAGA BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN WISATA DAN MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Oleh : Nafriandi Masing-masing daerah berusaha secara kontinyu untuk mempertahankan dan bahkan mencari potensi baru dibidang pariwisata, k...