Selasa, 22 Oktober 2019

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

“ Kontrak  Kerja  Konstruksi Merupakan Amanat  dari  Undang-undang  No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,  dimana hal tersebut tertuang dalam Pasal 46, 47, 48, 49, 50 dan 51.”

Bentuk kontrak bisa saja berbeda-beda pada masing-masing instansi atau daerah, namun isi dari kontrak khususnya konstruksi harus terpenuhi sesuai amanat Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi, ketika dalam klausul kontrak tidak diperjanjikan ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat minimal, tentu keberadaanya perlu dipertanyakan, karena kontrak kerja konstruksi memiliki aturan yang sangat jelas untuk diimplementasikan.



Kontrak kerja Konstruksi dalam peraturan perundang-undangan memiliki ketentuan-ketentuan wajib dan ketentuan-ketentuan tambahan, ketentuan-ketentuan wajib merupakan hal yang mengikat dan harus tertuang dalam klausul kontrak, sedangkan ketentuan-ketentuan tambahan boleh dimasukkan, tergantung pada perlu atau tidaknya klausul dalam suatu pekerjaan yang akan dilaksanakan artinya ketentuan-ketentuan tambahan tergantung pada kondisi pekerjaan yang ada.

Terpisahnya surat perjanjian dan pokok-pokok perjanjian, membuat kontrak saat ini memungkinkan tidak terpenuihinya amanat Undang-undang Jasa Konstruksi, sebab para Pengguna Jasa saat ini lebih terfokus pada surat perjanjian semata, sedangkan hal substansi lainnya yang seharusnya dituangkan dalam pokok-pokok perjanjian jadi terlupakan, sehingga isi minimal kontrak konstruksi tidak terpenuihi dengan baik.

Terkait dengan surat perjanjian atau kontrak diatur dan dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan baik dalam Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang, yang tentunya peraturan tersebut secara hirarkhi tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi, ketika peraturan dibawahnya bertentangan dengan peraturan diatasnya, maka sebaiknya kembali keperaturan yang lebih tinggi.

Khusus pekerjaan konstruksi dalam penyusunan kontrak, tentu akan mengacu lebih dulu pada undang-undang Jasa Konstruksi, segala hal yang belum diatur dalam Undang-undang pasti  diatur dan dijelaskan oleh peraturan dibawahnya yaitu Peraturan Pemerintah, begitu selanjutnya keperaturan dibawahnya, termasuk pentunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, yang tentunya tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.

Acuan utama kontrak kerja konstruksi adalah Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi, sementara turunan dari Undang-undang tersebut yaitu Peraturan Pemerintah belum keluar dan diundangkan, bagaimana menyikapi kondisi tesebut? Tentu tidak akan menjadi penghalang dalam keberlangsungan jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah yang menjadi turunan Undang-undang sebelumnya (Undang-undang nomor 18 Tahun 1999) yang tidak bertentangan dengan Undang-undang yang baru terntu dapat digunakan sebagai Pedoman dalam penyusunan kontrak.              

Sesuai dengan amanat undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi, pada pasal 47 dijelaskan, bahwa ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja Konstruksi yang harus dituangkan dalam perjanjian paling sedikit mencakup uraian mengenai :

1.        Para Pihak

Para pihak yang berkontrak diuraikan secara jelas nama dan alamat masing-masing pihak yaitu wakil Pengguna jasa dan wakil Penyedia Jasa, yang bertindak untuk atas nama penyedia jasa sesuai dengan yang ada pada akte pendirian perusahaan atau perubahan (jika ada), sedangkan dari Pengguna jasa adalah wakil yang telah ditunjuk untuk melaksanakan perikatan hukum dengan Penyedia Jasa.

Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dari pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan berupa ketentuan-ketentuan, peraturan perundang-undangan, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dimuat dan disampaikan secara berurutan disusun sesuai hirarkhi, kemudian latar belakang sebelum terjadinya kontrak disampaikan seperti maksud dari pembangunan yang akan dikerjakan, proses maupun hasil  tender dan pernyataan kesanggupan melaksanakan pekerjaan oleh pemenang tender.

Selain itu kedua belah pihak harus bersepakat untuk menyetujui hal-hal penting lainnya seperti jenis kontrak yang akan digunakan, nilai kontrak termasuk pajak penambahan nilai (PPN) dan pajak lainnya, dokumen-dokumen yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Kontrak.

Dokumen-dokumen yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak adalah sebagai berikut :

a.       Addendum surat perjanjian (Bila ada)
b.      Pokok-pokok perjanjian
c.       Surat penawaran berikut daftar kuantitas dan harga
d.      Syarat-syarat khusus kontrak
e.       Syarat-syarat umum kontrak
f.       Spesifikasi
g.      Gambar-gambar
h.      Dokumen lainnya.
           
2.        Rumusan Pekerjaan

Rumusan pekerjaan merupakan lingkup pekerjaan yang diperjanjikan, dimana hal tersebut berupa nama paket pekerjaan dengan mencantumkan nama program kegiatan, dalam rumusan tersebut juga buat volume yang akan di kerjakan dalam bentuk unit, buah atau panjang, dalam rumusan ini juga dijelaskan secara singkat proses pekerjaan mulai dari mempersiapkan lapangan sampai dilakukannya serah terima pekerjaan.
    
3.        Masa Pertanggungan

Masa pertanggungan memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia jasa, selama masa pelaksanaan adanya jaminan pertanggungan kesiapan pekerjaan dan pada saat masa pemeliharaan adanya jaminan perbaikan terhadap kerusakan oleh Penyedia jasa, kedua masa tersebut diakhiri dengan serah terima pekerjaan, serah terima pertama (PHO) untuk akhir masa pelaksanaan dan serah terima akhir (FHO) untuk selesainnya masa pemeliharaan. 

4.        Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban terhadap paket pekerjaan yang akan dilaksanakan bagian dari klausul yang diperjanjikan, untuk Penyedia jasa secara umum haknya berupa menerima pembayaran dan kewajibannya adalah menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya, selain itu penyedia jasa harus menyiapkan seluruh administrasi pekerjaan sebagai pertanggungjawaban dari pekerjaannya.

Untuk Pengguna jasa haknya secara umum adalah menerima hasil pekerjaan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya, dengan memeriksa seluruh administrasi proyek yang disampaikan oleh Penyedia jasa, sedangkan kewajiban dari Pengguna jasa adalah membayar hasil pekerjaan tepat waktu, keterlambatan pembayaran dalam kontrak konstruksi akan menjadi cidera janji bagi Pengguna jasa, oleh sebab itu dalam kontrak konstruksi paling lambat sebelum penandatanganan kontrak terkait dana yang dialokasikan untuk pekerjaan tersebut harus sudah tersedia.

Oleh sebab itu sebelum kontrak ditandatangani Pengguna jasa diminta untuk menunjukkan surat kemampuan membayar kepada Penyedia jasa, dimana surat kemampuan membayar tersebut dibuktikan dengan dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank dan dokumen ketersediaan anggaran, terkait dengan pembiayaan Jasa konstruksi untuk lebih jelas bisa dilihat dan dibaca pada pasal 55 dan 56 Undang-undang jasa konstruksi.            

5.        Tenaga Kerja

Tenaga kerja konstruksi diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan yang terkait jasa konstruksi, dimana yang tergolong tenaga kerja konstruksi adalah operator, teknisi atau analis dan ahli, pengaturan tenaga kerja dalam kontrak harus disampaikan dengan jelas, baik dari segi jumlah dan sesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya, tenaga kerja yang dituangkan adalah tenaga ahli dan tenaga terampil.

Persyaratan tenaga ahli dan terampil pengaturannya terhadap persyaratan klasifikasi dan kualifikasinya, kemudian prosedur penerimaan dan pemberhentian tenaga yang diperkerjakan tersebut harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan selanjutnya jumlah tenaga ahli yang digunakan pada pekerjaan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan jenis pekerjaan bersangkutan. 
     
6.        Cara Pembayaran

Cara pembayaran dalam kontrak kerja konstruksi harus dipilih salah satu dari 3 (tiga) cara pembayaran umumnya yaitu sertifikat bulanan, termyn, dan sekaligus, dalam kontrak kerja cara pembayaran harus jelas, pilihlah cara pembayaran yang memberikan kenyamanan dan yang paling mudah, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan cara pembayaran yang dipilih dapat memberikan kelancaran bagi keberlangsungan pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Kemudian selain proses pembayaran terhadap tagihan kemajuan pekerjaan, uang muka dalam kontrak konstruksi harus tegas diberikan atau tidak, jangan menggunakan bahasa yang bermakna ganda, karena dalam peraturan perundang-undangan uang muka tersebut dapat diberikan, maka silakan gunakan bahasa diberikan atau tidak diberikan, ketika bahasa tersebut diberikan, namun penyedia jasa tidak mengambil uang muka maka hal tersebut tidak akan menjadi perseoalan.
       
7.        Wanprestasi

Wanprestasi memuat ketentuan mengenai cidera janji, dimana cidera janji bisa dilakukan oleh Penyedia Jasa dan bisa juga dilakukan oleh Pengguna jasa, dimana cidera janji tersebut bisa berakibat pada putus kontrak sepihak, putus kontrak sepihak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak yang melakukan perikatan hukum, tergantung pihak mana yang melakukan cidera janji tersebut.

Cidera janji yang dilakukan oleh Penyedia jasa dalam pelaksanaan Kontrak kerja konstruksi adalah tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak memenuhi mutu, tidak memenuhi kuantitas dan tidak menyerahkan hasil pekerjaan, sedangkan cidera janji yang dilakukan oleh Pengguna jasa adalah terlambat membayar, tidak membayar dan terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan.

Wanprestasi atau cidera janji  dapat berakibat pada pemutusan kontrak sepihak, baik oleh Pengguna jasa maupun oleh Penyedia Jasa, Pemutusan kontrak sepihak oleh Penyedia jasa memang tidak lazim terdengar, namun dalam setiap perjanjian pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak yang melakukan perikatan hukum, hal ini biasanya terjadi apabila tidak terpenuhinya hak dan kewajiban salah satu pihak pada masa pelaksanaan dan masa pemeliharaan pekerjaan.
       
8.        Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian perselisihan adalah terhadap para unsur-unsur pelaku pelaksanaan pekerjaan, selain itu juga terhadap unsur-unsur pelaku dengan pihak lain yang sewaktu-waktu muncul dilapangan, oleh sebab itu untuk menyelesaikan persolan baik teknis maupun non teknis, maka dalam rangka penyelesaian terhadap persoalan yang timbul diatur dengan jelas pada perjanjian.   

9.        Pemutusan Kontrak

Pemutusan kontrak dapat dilakukan apabila tidak terpenuhinya hak dan kewajiban salah satu pihak, dimana salah satu pihak dalam pelaksanaan pekerjaan melakukan wanprestasi/cidera janji, terkait pemutusan kontrak tersebut harus diatur ketentuan-ketentuannya, seperti kapan harus dilakukan pemutusan kontrak dan langkah-langkah apa yang harus dilalui sehingga kontrak tersebut dapat diputus.

Pasca kontrak tersebut dilakukan pemutusan proses apa yang dilakukan, kalau pemutusan kontrak dilakukan oleh Pengguna jasa tentu langkah-langkah selanjutnya adalah menunjuk penyedia jasa lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, menunjuk penyedia jasa lain harus melihat ketersediaan waktu pelaksanaan, terhadap pemutusan kontrak yang dilakukan oleh Pengguna jasa. Maka Pengguna jasa membayar sesuai prestasi yang ada dan sanksi disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
   
10.    Keadaan Memaksa

Keadaan memaksa atau force majeure adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar kemampuannya manusia, seperti bencana alam, perperangan, hura-hura, pemogokkan, pemberontakan, curah hujan yang tinggi dan lain sebagainya, yang mengakibatkan terganggunya proses pelaksanaan pekerjaan dan bahkan sampai harus menghentikan pekerjaan dalam rentang waktu yang tertentu.

Ketika terjadi keaadaan memaksa tersebut, maka kondisi ini dapat dilakukan penghentian kontrak, dalam hal penghentian kontrak Penyedia jasa terlepas dari sanksi, penghentian kontrak dilakukan dengan kesepakan tertulis kedua belah pihak, sedangkan terhadap prestasi pekerjaan sebelum bencana dilakukan pembayaran sesuai dengan kemajuan pekerjaan yang telah dilakukan oleh Penyedia jasa.

Terhadap curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan terjadi banjir dapat dilakukan penghentian kontrak sementara, dimana jika waktu tahun anggaran masih tersedia lakukan kembali penerbitan surat perintah mulai kerja (SPMK) dengan memotong waktu kontrak akibat banjir, dalam kondisi ini hanya waktu serah terima saja yang bergeser dari rencana awal atau jika durasi waktu banjir terjadi tidak dikurangi dapat dilakukan dengan addendum perpanjangan waktu.
         
11.    Kegagalan Bangunan

Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang tidak berfungsi sebagian atau seluruhnya dari segi teknis, manfaat, keselamatan, kesehatan kerja atau keselamatan umum akibat kesalahan Penguna Jasa dan atau Penyedia Jasa setelah serah terima terkhir pekerjaan, kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh penilai ahli yang profesional dan kompeten.

Kegagalan bangunan bisa saja terjadi dalam konstruksi, sehingga dalam kontrak kerja perlu dibuat jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan tersebut, dimana masa tanggungjawab terhadap kegagalan bangunan maksimal 10 tahun, pertanggungjawaban terhadap kegagalan bangunan tersebut harus disepakati dengan jelas dan tegas dalam kontrak kerja konstruksi.
   
12.    Perlindungan Pekerja

Perlindungan pekerja adalah untuk melindungi tenaga kerja yang digunakan oleh Penyedia jasa, dimana perlindungan tersebut terhadap keamanan, keselamatan dan kesehatan tempat kerja konstruksi, hal tersebut harus diatur dengan jelas dalam kontrak kerja tersebut, sehingga semua pekerja yang ada pada lingkup kerja yang diperjanjikan mendapat kenyamanan dalam beraktifitas selama proses pekerjaan berlangsung.
 
13.    Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga

Perlindungan terhadap pihak ketiga adalah perlindungan terhadap masyarakat yang ada disekitar lokasi dan lingkup akses menuju lokasi pekerjaan, dimana potensi gangguan yang timbul akibat pelaksanaan pekerjaan terhadap masyarakat setempat, harus menjadi perhatian bersama yang dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi, jika gangguan sampai menyebabkan kerugian pihak ketiga, terhadap berbagai kejadian yang menyebabkan kerugian pada pihak ketiga harus ada jaminan penyelesaiannya.      

14.    Aspek Lingkungan

Para pelaku pelaksanaan pekerjaan harus menjaga kelestarian dan keutuhan lingkungan, terutama terhadap kerusakan lingkungan akibat pelaksanaan kegiatan berlangsung, baik kerusakan disekitar lokasi maupun pada akses-akses yang digunakan untuk mobilisasi menuju lokasi pekerjaan, perbaikan terhadap kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab yang berkontrak, perbaikan kerusakan lingkungan akibat pelaksanaan kontrak tidak boleh dianggarkan dalam kontrak.   

15.    Jaminan dan Resiko

Jaminan dan resiko merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh yang berkontrak, dimana berbagai resiko bisa saja timbul seperti pekerjaan penyedia rusak sebelum diserahkan kepada Pengguna anggaran, maka penyedia bertanggungjawab terhadap segala kerugian yang timbul, kerusakan yang timbul oleh cacat-cacat tersembunyi dalam pelaksanaan strukturnya menjadi tanggung jawab Penyedia jasa selama umur rencana.

Segala persoalan dan segala tuntutan para tenaga kerja menjadi bagian dan tanggung jawab penyedia sepenuhnya dan Pengguna jasa bebas dari segala tuntutan para tenaga kerja berkenaan, oleh sebab itu terhadap segala resiko yang timbul harus ada jaminan untuk dapat diselesaikan, sehingga saat pelaksanaan pekerjaan dan pasca selesainya pekerjaan tersebut tidak menimbulkan persoalan apapun.  

16.    Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa konstrksi adalah terhadap klaim salah satu pihak yang timbul dalam pelaksanaan maupun pasca selesainya pekerjaan, baik klaim berupa waktu, biaya dan kompensasi, klaim bukanlah suatu tuntutan atau gugatan, klaim dapat menjadi tuntutan/gugatan apabila tidak terpenuhi atau dilayani, cara pengajuan klaim bermacam-macam mulai dari secara lisan, sampai disusun secara lengkap dan tertulis.

Penyelesaian klaim dapat dilakukan di pengadilan atau diluar pengadilan, diluar pengadilan melalui arbitrase atau dengan cara musyawarah, namun sesungguhnya para pihak lebih suka penyelesaian secara damai dalam musyawarah, karena penyelesaian melalui pengadilan memakan waktu lama, biaya, terbuka untuk umum dan menderita, dalam pekerjaan konstruksi klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak.

Selain ketentuan-ketentuan wajib yang hrus dimuat dalam kontrak kerja konstruksi,  ketentuan-ketentuan  lain dapat dimuat sebagai kalusul tambahan yang sebaiknya disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pekerjaan lapangan antara lain :

1.        Insentif

Insentif adalah kompensasi khusus yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, dimana pemberian insentif kepada pekerja akan meningkatkan performa kerja mereka, oleh sebab itu pemberian insentif dapat diatur dalam kontrak kerja konstruksi, terutama bagi penyedia jasa yang mempekerjakan karyawannya diluar waktu kerja normal, yang biasanya pekerjaan  lembur yang dilakukan oleh para karyawannya.  

2.        Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) memuat pemenuhan kewajiban terhadap hak cipta hasil perencanaan yang telah dimiliki oleh pemegang hak cipta dan hak paten, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengaturan kepemilikkan hasil perencanaan sesuai dengan kesepakatan, sehingga hak cipta tersebut dapat dicantumkan dalam klausul perjanjian.
  
3.        Sub Penyedia Jasa

Terhadap sub penyedia jasa dan pemasok, diatur tata cara, fungsi dan peranannya, kemudian juga tanggung jawab Penyedia jasa dan juga diatur hak intervensi pengguna jasa dalam hal pembayaran dan penampilan mutu pekerjaan/bahan, sehingga kontrak kerja konstruksi yang menggunakan sub penyedia jasa memimiliki kewajiban yang sama dalam pemenuhan mutu pekerjaan
    
4.        Alih teknologi

Alih teknologi merupakan pekerjaan yang terkait dengan pekerjaan yang dilakukan terutama dengan Pihak Asing, alih teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, alih teknologi sendiri adalah untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju lainnya, karena inovasi teknologi dianggap salah satu penentu kemajuan suatu bangsa.
  .
Kontrak kerja konstruksi memmiliki ketentuan-ketentuan wajib yang harus dituangkan dalam perjanjian dan juga ada ketentuan-ketentuan tambahan, dimana jika ketentuan-ketentuan wajib tersebut salah satunya tidak ada dalam klausul kontrak, tentu perlu dipertanyakan keabsahan kontrak tersebut, kalau menurut pendapat kami kontrak tersebut tidak syah, jika pendapat tersebut kurang atau tidak tepat tolong diluruskan, ketentuan-ketentuan wajib tersebut terdiri dari 16 (enam belas) poin penting seperti atas.

Ketentuan-ketentuan wajib dalam kontrak kerja konstruksi pada saat ini biasa dimuat langsung pada surat perjanjian atau terpisah, jika terpisah maka ketentuan-ketentuan wajib yang belum terpenuhi pada surat perjanjian bisa dimuat dalam pokok-pokok perjanjian, ketika surat perjanjian sudah memuat semua ketentuan-ketentuan wajib tersebut, maka pokok-pokok perjanjian mungkin tidak diperlu lagi untuk dibuat.

Untuk efisiensi surat perjanjian dan pokok-pokok penjanjian ada baiknya digabung saja, sehingga memudahkan dalam hal administrasi, sebab kalau surat perjanjian dan pokok-pokok perjanjian dipisah tentu administrasinya akan bertambah, memang dalam ketentuan diperbolehkan untuk dipisah, tapi akibat pemisahan tersebut terkadang banyak yang lupa membuat pokok-pokok perjanjian tersebut, ketika ditanya mana klausul lain yang diwajibkan? terkadang dengen enteng dijawab ada pada syarat-syarat umum kontrak, padahal syarat-syarat umum kontrak belum dapat dikatakan perjanjian, karena baru sebagai acuan yang didalamnya masih bermakna ganda dan belum tegas.

Kenapa dikatakan makna bahasanya belum tegas? Karena dalam syarat-syarat umum kontrak masih terdapat pilihan yang salah satunya harus kita tegaskan dalam kontrak kerja konstruksi, seperti uang muka dapat diberikan kepada penyedia jasa, hal inilah yang harus kita tegaskan diberikan atau tidaknya uang muka tersebut, hal lain penggunaan sistem pencairan tagihan di syarat-syarat umum kontrak biasanya terdapat 3 (tiga) sistem yaitu sertifikat bulanan, termyn, atau sekaligus, maka dalam perjanjian dipilih salah satu diantaranya.

Jadi terkait dengan kontrak kerja konstruksi tersebut dalam Undang-undang Jasa konstruksi, telah diamanatkan dengan jelas kepada kita, terdapat 16 (enam belas) ketentuan yang menyebabkan syahnya kontrak kerja konstruksi dan terhadap jumlah pasal dalam kontrak kerja konstruksi bisa sama dengan jumlah ketentuan dan bisa lebih, karena bisa saja dalam 1 (satu) ketentuan terdapat beberapa pasal, sehingga jumlah pasal dalam kontrak kerja konstruksi bisa lebih banyak dari jumlah ketentuan-ketentuan yang diwajibkan.
                 
Untuk para insan konstruksi ada baiknya cermatilah kontrak kerja konstruksi yang telah dibuat apakah sudah terpenuhi atau belum amanat undang-undang jasa konstruksi tersebut, walaupun kebebasan dalam berkontrak tidak ada larangan, namun kita tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika dilakukan pemisahan surat perjanjian dengan pokok-pokok perjanjian, pastikan tidak ada pengulangan bahasa pada pokok-pokok perjanjian, digabungnya surat perjanjian dengan pokok-pokok perjanjian akan memudahkan terhadap kelengkapan administrasi.

Umumnya saat ini surat perjanjian atau kontrak tersebut lebih ringkas, sungguhpun demikian bentuknya, yang terpenting isi dari kontrak tersebut dapat terpenuhi dan pastikan yang belum terpenuhi dalam surat perjanjian dapat diakomodir dalam pokok-pokok perjanjian, sebaiknya segala ketentun-ketentuan terkait kontrak kerja konstruksi yang diamanatkan undang-undang Jasa konstruksi dapat kita implementasikan dengan baik.

Beberapa tip Berkontrak dari  Gilbreath :

1.        Hindari kata-kata muluk
2.        Istilah yang dipakai harus konsisten
3.        Hindari pengulangan kata
4.        Gunakan setiap dokumen pada tempatnya
5.        Gunakan standar yang masih berlaku
6.        Antisipasi salah pengertian
7.        Semua yang diinginkan masukkan dan sebutkan dalam kontrak
8.        Hati-hati menggunakan bahasa sehari-hari yang mungkin berbeda dengan bahasa kontrak.

Jika terdapat kekurang konsistenan dan pengulangan kata dengan makna yang sama dalam tulisan ini mohon koreksi dari pembaca.

Seandainya ada bahasa yang kurang berkenan dan tidak pada tempatnya hanya mohon maaf yang biasa penulis pinta.

 “ LQ.10.NDR.15.MZSR.15 ”

Refernsi :
1.       Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi beserta turunannya.
2.       Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
3.       Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
4.       Materi Kuliah Hukum Konstruksi : Cara Menyusun Kontrak konstrksi oleh Ir. H. Nazarkhan Yasin
5.       Materi Kuliah Hukum Konstruksi : Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi oleh Ir. H. Nazarkhan Yasin

Oleh :
N a f r i a n d i

Jumat, 04 Oktober 2019

PROSES KAJI ULANG RENCANA UMUM PENGADAAN (RUP) OLEH PPK

Berbagai permasalahan dalam pelaksanaan dan pasca kontrak selesai bisa saja muncul dalam prosesnya, dimana permasalahan dalam pelaksanaan kontrak terkadang sampai mengganggu waktu pelaksanaan kontrak, bahkan tidak sedikit permasalan tersebut sampai pada tertundannya waktu pelaksanaan kegiatan bersangkutan dalam rentang waktu tertentu, sehingga menyebabkan berkurangnya waktu pelaksanaan kontrak efektif yang ada pada kontrak yang sedang berjalan tersebut.



Berkurangnnya waktu kontrak efektif, karena PPK harus menyelesaikan persoalan baik teknis maupun non teknis, oleh sebab itu untuk mengatasi dan menghindari hal tersebut, maka sebaiknuya sejak dari perencanaan harus sudah difikirkan agar tidak terjadi permasalahan-permasalahan kontrak, jika permasalahan tersebut muncul saat rentang waktu pelaksanaan kontrak mungkin akan dapat dengan leluasa untuk di justifikasi, namun ketika permasalahan tersebut diketahui pasca selesainya kontrak tentu akan menjadi catatan tersendiri bagi Auditor.       

Untuk meminimalisir permasalahan dalam kontrak, terutama terkait teknis pekerjaan nantinya, maka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sudah harus  mengantisifasi persoalan tersebut sejak dini, sebelum tender dilakukan atau setelah Pengguna Anggaran (PA) menyerahkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) kepada PPK, oleh sebab itu PPK jangan terburu-buru untuk melaksanakan tender, manfaatkanlah waktu sejenak untuk mengkaji ulang semua dokumen yang diserahkan dan yang telah ditetapkan oleh PA tersebut.

Kaji ulang yang dilakukan bukanlah untuk memperlambat proses atau mengada-ada, kaji ulang yang dilakukan PPK tidaklah bermaksud untuk mencari-cari kesalahan pada dokumen yang telah ada, namun kaji ulang merupakan preses penting dalam Pengadaan Barang/Jasa dan sudah merupakan bagian tugas PPK sebelum dilakukan tender, dimana proses tersebut dilakukan terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan persoalan dalam pelaksanaan kontrak dan bahkan pasca kontrak selesai, untuk menghindari potensi masalah tersebut, maka pada saat kaji ulang tersebutlah yang paling tepat untuk dilakukan perbaikan.  

Tujuan kasji ulang adalah untuk mengetahui sejak dini potensi permasalahan yang akan timbul saat berjalan waktu pelaksanaan dan selesainya kontrak, sehingga dalam kaji ulang dapat dilakukan perbaikan terhadap dokumen yang tidak memenuhi ketentuan, ketika permasalahan saat pelaksanaan dan pasca selesainya kontrak tersebut akibat tidak dilakukannya kaji ulang, maka tentu akan sedikit memerlukan waktu untuk memperbaikinya, karena permasalahan tersebut adalah masalah awal yang seharusnya tidak terjadi dalam pelaksanaan kontrak..

Akumulasi permasalahan kalau dibiarkan tentu tidak akan baik bagi proses pelaksanaannya, karena akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi Penyedia Jasa, PPK dan tim pendukungnya, maka seorang PPK sebelum tender dilaksanakan agar mencermati dokumen-dokumen yang disampaikan dan telah ditetapkan oleh PA, ketika hal tersebut dilaksanakan oleh PPK, maka akan memberikan kenyamanan kepada seluruh unsur dalam pelaksanaan dan pasca selesainya kontrak.

Sebelum PPK menyampaikan dokumen tender kepada layanan pengadaan, maka PPK harus melakukan kaji ulang terhadap dokumen awal yang telah diserahrahkan oleh PA/KPA, kaji ulang tersebut terutama dilakukan terkait dokumen-dokumen penting yang akan menjadi tanggung jawab PPK, kaji ulang dilakukan PPK dapat dilakukan melalui rapat koordinasi bersama dengan ULP/UKPBJ/Pejabat Pengadaan dan tim teknis.

PPK melakukan kaji ulang terkait dokumen-dokumen sebelum tender tersebut terhadap  hal-hal sebagai berikut :         

1.        Rencana Umum Pengadaan

Dalam hal mengkaji ulang kebijakkan umum pengadaan, PPK melakukan kajian terhadap ketepatan program dan pemaketan Pekerjaan yang telah ada, dengan meneliti dan memastikan apakah ketepatan program dan pemaketan yang ditetapkan oleh PA/KPA telah sesuai dengan programnya dan mendorong persaingan sehat, efisiensi serta meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produk dalam negeri, maka beberapa hal diatas merupakan penting untuk dilakukan penelitian dengan cermat oleh PPK

Ketepatan program dalam kegiatan harus seuai dengan nama programnya seperti program Rehabilitasi/pemeliharaan masuk pada program Pembangunan/peningkatan, begitu juga sebaliknya program Pembangunan/peningkatan masuk pada program rehabilitasi/pemeliharaan, selain itu juga terhadap pekerjaaan dilapangannya, pada judulnya benar paket pemeliharaan, namun ketika melihat kondisi lokasi pekerjaan lebih kepada pembangunan atau peningkatan.    

Pemecahan atau penggabungan paket dalam Pengadaan Barang/Jasa memang terkadang sulit untuk disimpulkan, karena batasan-batasan terkait  hal tersebut tidak begitu banyak yang bisa kita jadikan referensi, oleh sebab itu terkadang seorang PPK harus melaksanakannya berdasarkan pada kondisi tahun sebelumnya, apa yang dibuat dan dilakukan tahun sebelumnya itulah yang selalu dijadikan patokan oleh PPK dalam melaksanakan tugasnya.

Bagaimana mana menilai bahwa paket itu dipecah atau digabung, tentu harus ada petunjuk teknis yang jelas terkait hal tersebut, apalagi program pembangunan tersebut berbeda-beda sesuai penanganannya, ada pembangunan baru,/peningkatan, Rehabilitasi dan Pemeliharaan, kalau untuk pembangunan baru/peningkatan mungkin mudah dalam pemaketannya, tapi kalau untuk rehabilitasi dan pemeliharaan tentu memerlukan batasan-batasan yang jelas..

Misal untuk pemaketan dalam 1 (satu) komplek/Lingkungan tertentu/ruas apa mungkin untuk dipecah, dalam beberapa komplek/Lingkungan tertentu/ruas apakah harus dilakukan penggabungan?, untuk pembangunan baru/peningkatan dalam beberapa komplek/Lingkungan tertentu/ruas rasanya kurang tepat untuk digabung, tapi untuk Rehabilitasi/pemeliharaan dalam beberapa komplek/Lingkungan tertentu/ruas bisa saja terjadi penggabungan paket pekerjaan, tergantung hasil telahaan bersama baik untuk efisiensi maupun untuk pemerataaan ketersediaan paket bagi masing-masing kasifikasi badan usaha .

Sebaiknya terkait pembangunan baru/peningkatan usahakan jangan ada penggambungan paket pekerjaan pada beberapa komplek/Lingkungan tertentu/ruas, seandainya ingin melakukan hal tersebut mungkin bisa dilakukan untuk paket kegiatan yang berdekatan, itupun dilakukan mungkin dalam rangka efisiensi anggaran dan banyaknya jumlah paket pekerjaan, terlalu banyak penggabungan paket pembangunan/peningkatan akan mengurangi peluang bagi usaha kecil dan menengah dalam rangka mengembangkan usahanya..

Terkait rehabilitasi mungkin bisa saja digabung antar desa/kelurahan dalam satu kecamatan, sedangkan terkait pemeliharaan mungkin bisa saja digambung antar kecamatan yang dibatasi untuk beberapa kecamatan yang berdekatan, yang jelas dalam penggabungan baik rehabilitasi ataupun pemeliharaan, perhatikan jarak antar lokasi, agar dalam pelaksanaannya memberikan kenyamanan bagi Penyedia jasa, dalam hal penggabungan paket-paket rehabilitasi/pemeliharaan bisa saja dilakukan pada wilayah administrasi berbeda yang berdekatan.

Jadi dalam rangka kaji ulang terhadap pemaketan, penting sekali dilakukan oleh PPK bersama-sama dengan tim untuk menelaah dan meneliti kembali terkait penggabungan dan pemecahan masing-masing paket pekerjaan, sebab penggabungan dan pemecahaan paket yang ada pada kegiatan yang kita laksanakan, dapat berpotensi memunculkan masalah bagi unsur-unsur pelaksananya terutama bagi PPK dan tim pendukungnya.

Penggabungan paket pekerjaan yang beroriantasi untuk mencapai nilai tertentu dan pemecahan paket pekerjaan yang dilakukan untuk menghindari tender, maka hal tersebut akan berpotensi menimbulkan masalah nantinya, maka berusahalah untuk menghindari kedua pola pemaketan pekerjaan seperti diatas, sehingga pelaksanaan semua proses dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Kaji ulang terhadap ketepatan program dan pemaketan tersebut dapat dilakukan dengan melaksankan survey kembali terhadap masing-masing paket pekerjaan, ketika hasil survey ditemui potensi tidak tepatnya program dan pemecahan atau penggabungan, langkah selanjutnya adalah PPK melakukan proses peninjauan kembali terhadap Paket Pekerjaan tersebut, jika dalam peninjauannya harus digabung atau harus dipecah maka lakukan sesuai dengan ketentuan sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para pelaku barang/jasa khususnya pemilik proyek.

Terkait penggabungan dan pemecahan paket pekerjaan memang sedikit referensi yang bisa kita jadikan pedoman, namun orang-orang yang berpengalaman dalam penyusunan anggaran dan besar kecilnya anggaran akan dapat dijadikan pedoman terkait hal tersebut, biasanya dalam setiap audit paket pekerjaaan oleh auditor, pemecahan dan penggabungan paket selalu menjadi bagian dari proses kegiatannya, sehingga rekomendasi untuk perbaikan kedepannya sel;alu disampaikan kepada para pelaku pembangunan khususnya para pengguna jasa.     
  
2.        Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Pengkajian ulang Rencana Anggaran Biaya (RAB) pengadaan yaitu terhadap biaya paket pekerjaan dan biaya pendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, rencana biaya pengadaan dilakukan untuk memastikan kode akun yang tercantum dalam dokumen anggaran sesuai peruntukan dan jenis pengeluarannya dan perkiraan jumlah anggaran yang tersedia untuk paket pekerjaan mencukupi untuk kebutuhan pelaksanaan pekerjaan.

Kebutuhan biaya paket pekerjaan yang sudah ada tertuang pada engineer estimate (EE) atau estimasi dari perencana, digunakan sebagai dasar pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk dijadikan Owner Estimate (OE) atau Harga Pekerkiraan Sendiri (HPS), dalam menghitung OE/HPS tersebut, PPK melaksanakan kembali survey volume, harga dasar dan lokasi rencana penggunaan bahan.

Survey-survey tersebut penting sekali dilakukan oleh PPK, dimana survey tersebut adalah untuk memastikan volume pekerjaan masing-masing item jika ada perubahan dan juga untuk mengetahui harga dasar terutama harga bahan yang akan digunakan benar-benar sesuai dengan harga tahun berjalan, sehingga jika terjadi fluktuasi harga PPK dapat menyesuaikan dengan harga sesaat sebelum tender dilakukan.

Harga yang ada pada Engineer Estimate (EE) tidak langsung bisa untuk dijadikan OE/HPS, sebab harga tersebut merupakan harga perencanaan yang sudah disusun tahun sebelumnya dan bahkan terkadang harga tersebut sudah disiapkan jauh-jauh hari, harga yang disusun perencana fungsinya adalah sebagai EE yang akan menjadi dasar dalam penyusunan OE/HPS, terhadap penyusunan OE/HPS PPK wajib melakukan survey kembali, dialam melakukan survey PPK lebih fokus pada survey harga dasar pada tahun berjalan.

Jika dalam perhitungan OE/HPS terjadi perbedaan nilai paket dengan Pagu yang tersedia atau EE, dimana hal tersebut ketika dalam penghitungan OE/HPS bisa saja terjadi perbedaan nilai, hal tersebut biasanya diakibatkan oleh beberapa faktor, kerana dilakukan survey ulang faktor yang paling memberi penguruh besar terhadap perubahan nilai tersebut adalah turun naiknya harga bahan, harga bahan pada umumnya dari waktu kewaktu cenderung naik.   

Jika terjadi kekurangan nilai akibat harga bahan mengalami kenaikan, maka PPK harus melakukan pengurangan Item Pekerjaan atau Volume, dengan tidak merubah gambar rencana, dalam melakukan pengurangan nilai, ketika bangunan harus selesai 1 (satu) tahap, anggaran yang ada pada EE atau Pagu sudah tidak mencukupi lagi, maka PPK harus melakukan pengurangan Item pekerjaan, sehingga untuk paket pekerjaan tersebut PPK mengusulkan untuk diselesaikan dalam 2 (dua) tahap, jika nantinya sisa tender cukup untuk menyelesaikan jadi 1 (satu) tahap, dimana anggaran sisa tender paket berkenaan tersedia/mencukupi dan dengan penambahan tidak melebihi 10 %, maka dapat dilakukan addendum penambahan nilai dan jika memungkinkan diiringi dengan penambahan waktu pelaksanaan.

Namun jika setelah perhitungan OE/HPS terdapat kelebihan nilai, maka PPK diperbolehkan untuk menambah item pekerjaan, terutama item-item untuk memproteksi atau keperluan estetika bangunan yang akan dibuat tersebut dan kelebihan anggaran jangan digunakan untuk merubah dimensi yang dapat berujung pada penambahan volume pekerjaan, jika anggaran tidak memungkinkan untuk ditambahkan pada paket pekerjaan bersangkutan diharapkan jangan menimbulkan item yang seakan mengada-ada, gunakanlah anggaran tersebut sesuai kebutuhan bukan keinginan.

Terkait dengan biaya pendukung Pengadaan Barang/Jasa, perlu sekali menjadi perhatian para PPK, sebab ketika biaya pendukung mencukupi akan memberikan kenyamanan bagi pelaksanaan pekerjaan, teruma terkait biaya pendukung yang dapat menunjang kinerja unsur-unsur pelaksanan khususnya kebutuhan direksi, jika penganggaran biaya pendukungnya terasa minim, tidak ada salahnya diusulkan kepimpinan untuk ditambah pada anggaran perubahan nantinya.             
3.        Kerangka Acuan Kerja (KAK)

Kerangka Acuan Kerja (KAK) merupakan dokumen yang mengimformasikan gambaran umum dan penjelasan mengenai keluaran paket pekerjaan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi instansi, dimana didalamnya berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, indikator keluaran dan keluaran, cara pelaksanaan kegiatan, Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan, jadwal kegiatan dan biaya kegiatan.

Kaji ulang terhadap KAK yang telah ditetapkan oleh PA/KPA perlu dilakukan sebelum proses tender dilaksanakan, dimana dilakukannya hal tersebut adalah untuk mengetahui kejelasan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan, baik terhadap kejelasan uraian kegitan, maupun terhadap kejelasan jenis pekerjaan, waktu pelaksanaan, kejelasan spesifikasi teknis, besarnya total perkiraan biaya dan kejelasan penting lainnya yang menyangkut pekerjaan yang akan dilaksanakan.

Terkait dengan waktu pelaksanaan termasuk kapan pekerjaan tersebut harus tersedia, maka PPK dalam hal ini harus memperhatikan batas akhir tahun anggaran atau batas akhir efektif tahun anggaran, ketersediaan waktu yang cukup untuk pekerjaan bersangkutan harus diteliti dengan cermat, sehingga dalam prosesnya bisa direncanakan kapan harus dimulai dan kapan target penyelesaiannya.

Selanjutnya spesifikasi teknis pekerjaan benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna/penerima akhir, tidak mengarah pada merk/produk tertentu kecuali untuk pengadaan suku cadang, memaksimalkan produk dalam negeri dan memaksimalkan penggunaan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis merupakan dokuumen penting dalam penyelenggaraan kegiatan dan akan menjadi acuan pada setiap pelaksanaan pekerjaan.

KAK sudah ada sejak ditetapkannya pagu anggaran kegiatan dan merupakan salah satu dokumen perencanaan yang sudah ditetapkan oleh PA/KPA, kemudian sebelum proses tender dilaksanakan kaji ulang dilakukan oleh PPK, tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan pada pada KAK tersebut, perubahan KAK akan seiring perubahan dokumen lainnya seperti dengan Rencana Umum Pengadaan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).                

PPK dalam mengkaji ulang Rencana Umum Pengadaan (RUP), Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Kerangka Acuan Kerja (KAK),  dilakukan dalam bentuk rapat koordinasi bersama ULP/UKPBJ yang harus dituangkan dalam berita acara kesepakatan, perubahan terhadap hasil kajian bersama tersebut, akan menjadi usulan penting bagi PPK untuk disampaikan kepada pimpinan sebagai rekomendasi, dalam rangka pelaksanaan proses pengadaan yang dapat dipertanggungjawabkan.    

Setiap perubahan hasil kajian harus disampaikan kepada konsultan perencana, jika perubahan yang terjadi sangat mendasar dimana terjadi perubahan dimensi atau bentuk dari hasil perencanaan yang telah ada, sebaiknya dimintakan persetujuan dari konsultan perencana, sebabagai pelaksana proses PPK tidak boleh merubah begitu saja hasil perencanaan, sebab merubah hasil perencanan yang telah ada tanpa disetujui oleh perencana sama dengan memindahkan tanggung jawab dari perencana ke unsur pelaksana itu sendiri, ketentuan-ketentuan mengenai konsekwensi ada diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait jasa konstruksi.

Hasil kaji ulang yang dilakukan jika mengalami perubahan yang signifikan dan bahkan sampai merubah nilai, bentuk, dimensi dan hal penting lainnya, maka biasakanlah melakukan proses telaahan staf terhadap hal tersebut, kerana telaahan staf pada prisipnya adalah untuk meminta pendapat dan arahan pimpinan terhadap persoalan yang sedang dihadapi, sebaliknya kepada para pemimpin jangan pernah beranggapan bahwa telaahan staf sebagai bentuk penolakan, jadikalah telahaan staf sebagai sumber dalam mencari solusi setiap permasalahan.

Manfaat kaji ulang buka saja sebagai proses mendeteksi potensi permasalahan dalam kegiatan, namun  Kaji ulang akan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi PPK yang melaksakannya dan akan membuat seorang PPK semakin bijak dalam pengambilan keputusan, karena dalam proses tersebut PPK akan mempelajari secara detail isi dokumen yang akan diproses dan akan menjadi bagian pengalaman bagi seorang PPK dalam meningkatkan kemampuan dalam mencari solusi setiap permasalahan.      

Walaupun pada tulisan ini banyak membahas terkait Kaji ulang paket kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dengan tender,  tapi kaji ulang tersebut berlaku untuk setiap jenis pengadaan termasuk penunjukkan langsung dan pengadaan langsung, dominannya paket tender dalam Pengadaan Barang/Jasa saat ini, mungkin kerana hal tersebutlah isi kajian lebih kepada proses dengan sistem tender tersebut.  

Jadikan proses kaji ulang sebagai bagian dari proses Pengadaan Barang/Jasa, sehingga harapan untuk memenimalisir permasalahan sejak awal dapat berkurang pada saat pelaksanaan kontrak maupun pasca selesainya kontrak, akumulasi permasalan dari masing-masing peoses yang jika dibiarkan akan menimbulkan keadaan yang terkadang diluar perkiraan kita, semua kita pasti berharap pembangunan yang kita laksanakan dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan kenyamanan terhadap para pelaku sampai dimanfaatkan dan  difungsikan bangunan tersebut.


“Kritik yang membangun dan membangkitkan, lebih baik dari pada pujian yang merusak dan melalaikan”.......(Gus Mus).

Segala kekurangan dalam tulisan ini mohon koreksi dari setiap pembaca, jika ada kata yang kurang berkenan dan tidak pada tempatnya, hanya maaf yang bisa penulis minta pada seluruh pembaca yang budiman.... (LQ10.NDR15.MZSR15)

Oleh
Nafriandi

PACU JALUR TERINTEGRASI DAPAT MENJAGA BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN WISATA DAN MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Oleh : Nafriandi Masing-masing daerah berusaha secara kontinyu untuk mempertahankan dan bahkan mencari potensi baru dibidang pariwisata, k...