Jumat, 10 Agustus 2018

UANG MUKA DAN PEMBAYARAN PRESTASI PEKERJAAN DALAM PROYEK KONSTRUKSI


Kegiatan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah tidak akan lepas dari keuangan, untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan proyek di bidang Jasa Konstruksi diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan keuangan tersebut, dimana tanpa adanya kejelasan ketersediaan uang, maka para pelaku kegiatan proyek diharapkan memastikan hal tersebut sebelum proses lelang atau sebelum  penanda tanganan kontrak.



Uang muka dan pembayaran prestasi pekerjaan merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan proyek jasa konstruksi, karena pencairan baik uang muka maupun prestasi pekerjaaan merupakan suatu hal yang diharapkan oleh sebagian Penyedia Jasa saat pekerjaan sedang berlangsung, hal ini dikarenakan untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan dan juga agar terjadinya keseimbangan keuangan bagi perusahaan.

Jauh sebelum pembayaran uang muka dan prestasi pekerjaan, Pengguna Anggaran telah ditekankan oleh Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi pada pasal 55 dan 56 terkait pembiayaan, begitu pentingnya pembiayaan jasa konstruksi akan ketersediaan anggaran untuk kebutuhan pekerjaan yang akan dilaksanakan, dalam pekerjaan proyek konstruksi ketersediaan anggaran merupakan tanggung jawab Pengguna Anggaran.

Bahkan dalam Undang-undang tersebut ditekankan kepada Pengguna Anggaran, tanggung jawab atas biaya jasa konstruksi dapat dibuktikan dengan kemampuan membayar, selain itu diharapkan kepada kita selaku pengelola pengadaan barang/jasa, terutama bagi penanda tangan kontrak (yang melakukan perikatan hukum), harus semakin cermat akan ketersediaan anggaran sebelum dilakukannya proses pelelangan.

Selain dalam Undang-undang, terkait keuangan juga dijelaskan dalam Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah pada pasal 52, penekanan disampaikan kepada para pelakunya, bahwa PPK dilarang melakukan ikatan perjanjian atau menanda tangani kontrak dengan Penyedia Jasa, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran.

Amanat Undang-undang Jasa Konstruksi dan Peraturan Presiden terkait Pengadaan barang/jasa Pemerintah tersebut dapat kiranya kita jalankan dengan baik, bagi penandatangan kontrak hal tersebut bukanlah sesuatu yang berlebihan atau mengada-ngada, namun lebih kepada kenyamanan dan keamanan dalam melaksanakan proses dan tanggung jawab, dengan begitu kita dapat meminimalisir persoalan sedari awal, hal tersebut karena keuangan dalam proyek merupakan hal yang sangat penting.

Kemampuan membayar oleh pengguna Anggaran bahkan harus dibuktikan dengan dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank, dokumen tersebut akan menjadi kekuatan bagi penandatangan kontrak dalam tugas dan tanggung jawabnya, oleh sebab itu kepada para pengikat kontrak (PPK/KPA/PA) khususnya terkait pekerjaan kontruksi, sebelum pelaksnaan pelelangan ada baiknya hal penting dari amanat peraturan perundang-undangan tersebut diperhatikan dengan cermat dan seksama untuk dapat di implementasikan.

Pengguna Anggaran dalam hal tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan kemampuan membayar, Pengguna Anggaran wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu, Pengguna Anggaran yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan kepada Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu bahkan dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Berbagai persoalan keuangan yang muncul saat ini perlu sekali adanya solusi bersama, setiap pekerjaan proyek yang akan berkontrak pastikan keuangan telah tersedia, hal tersebut agar dalam pelaksanaan kegiatan proyek tidak memunculkan hal-hal yang akan menghambat kelancaran pelaksanaan proyek tersebut, terlambat membayar dan bahkan tidak membayar pekerjaan merupakan salah satu cidera janji dari Pengguna Anggaran.

Uang muka dan pembayaran prestasi pekerjaan dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, merupakan suatu proses yang memang telah di perjanjikan dalam kontrak, sehingga kedua hal tersebut bagian dari proses pengadaan barang/jasa, uang muka dan pembayaran prestasi pekerjaan juga diatur dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, terkait batasan, besaran uang muka maupun bentuk-bentuk pembayaran prestasi pekerjaan.

Uang Muka

Dalam hal dilakukannya pemberian uang muka kepada Penyedia Jasa, sebenarnya penandatangan kontrak (PPK/KPA/PA) hanya dapat memberikan uang muka untuk persiapan pekerjaan, jadi uang muka tidaklah suatu kewajiban untuk diberikan kepada Penyedia Jasa, uang muka yang diberikan oleh PPK/KPA/PA kepada Penyedia Jasa adalah paling tinggi 30 % untuk usaha kecil, paling tinggi 20 % untuk usaha non kecil dan paling tinggi 15 % untuk kontrak tahun jamak, besaran uang muka tersebut dihitung dari nilai kontrak.

Setiap pemberian uang muka harus dibuat Jaminannya dan diserahkan Penyedia Jasa kepada PPK/KPA/PA senilai nominal uang muka yang diberikan tersebut, jaminan uang muka dapat dikeluarkan oleh bank umum, perusahaan penjamin atau perusahaan asuransi yang mengeluarkan jaminan, dalam pelaksanaannya uang muka dikembalikan oleh penyedia secara proporsional  pada saat termyn sampai terlunasinya uang muka tersebut dan setelah lunas jaminan dikembalikan kepada Penyedia Jasa.

Kepada para PPK/KPA/PA perlu diketahui bahwa uang muka dalam pelaksanaan proyek bukanlah wajib, tapi hanya dapat diberikan kepada Penyedia Jasa, terkait jaminan uang muka yang akan diminta baik dikeluarkan oleh bank umum atau perusahaan asuransi penjamin, sebenarnya hal itu tergantung kepada penandatangan kontrak PPK/KPA/PA, mau jaminan dikeluarkan oleh bank umum atau perusahaan asuransi penjamin keduanya dibolehkan atau tidak ada larangan.

Pembayaran Prestasi Pekerjaan

Pembayaran prestasi pekerjaan adalah suatu kewajiban jika Penyedia Jasa mengajukan permintaan kepada Pengguna Anggaran (PPK/KPA/PA), jika permintaan Penyedia Jasa terlambat dipenuhi dan bahkan tidak dipenuhi, maka Pengguna Anggaran telah mengabaikan kontrak, dimana salah satu cedera janji Pengguna Anggaran adalah terlambat membayar, hal itu diatur dalam klausul kontrak, dimana salah satu cidera janji yang dilakukan oleh pengguna Anggaran adalah terlambat membayar. 

Dalam hal telah dilakukannya penandatanganan kontrak PPK/KPA/PA atau siapapun yang mengikatkan diri, maka dalam pelaksanaan kontrak tidak ada lagi alasan tidak ada uang, karena sebelum lelang Undang-undang Jasa Konstruksi dan Peratutaran Presiden terkait Pengadaan Barang/Jasa sudah dengan tegas menyampaikan akan hal dimaksud, dimana ketersediaan keuangan menjadi hal yang sangat penting dan ketika diperlukan tidak menghambat pelaksanaan dan penyelenggaran proyek konstruksi.

Kepada para pengikat kontrak khususnya PPK/KPA/PA diminta untuk berpandai-pandailah dalam memilih bentuk pembayaran, karena bentuk pembayaran yang kita pilih akan dapat membantu kita terutama demi kelancaran proses pelaksanaan proyek, untuk itu pilihlah bentuk pembayaran yang sangat mudah dan nyaman demi keberlangsungan tugas dan tanggung jawab tersebut, bentuk pembayaran yang diamatkan oleh Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 adalah sebagai berikut :

1.      Pembayaran Bulanan

2.      Pembayaran Berdasarkan Tahapan Penyelesaian Pekerjaan/termyn

3.      Pembayaran Secara Sekaligus Setelah Penyelesaian Pekerjaan

Sebelum dilakukannya proses lelang penandatangan kontrak (PPK/KPA/PA), bentuk pembayaran dalam proyek konstruksi harus kita dipilih salah satu diantaranya dan disampaikan saat proses lelang pada dokumen rancangan kontrak, biasanya Penyedia Jasa yang akan mengikuti lelang walaupun tidak semuannya, namun hal tersebut akan mereka lihat  bentuk pembayaran seperti apa yang akan dilakukan oleh Pengguna Anggaran saat pelaksanaan kegiatan proyek tersebut.

Bentuk Pembayaran bulanan adalah pembayaran yang dilakukan setiap bulannya selama pekerjaan berlangsung, bentuk pembayaran ini pada setiap bulannya Penyedia Jasa akan mengajukan sertifikat bulanan (monthly certifikat) kepada pemilik proyek untuk dilakukan pencairan dana, dalam bentuk ini berapapun kemajuan pekerjaan setiap bulannya harus dilakukan pencairan anggaran.

Bentuk Pembayaran Berdasarkan Tahapan Penyelesaian Pekerjaan/termyn adalah pembayaran yang lakukan berdasarkan permintaan Penyedia Jasa, kapanpun selama masa pelaksanaan kontrak Penyedia Jasa dapat melakukan permintaan pembayaran, Pengguna Anggaran harus melakukan pembayaran kepada Penyedia Jasa berdasarkan progres fisik yang telah dikerjakannya, bentuk pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan/termyn sangat lazim digunakan, karena proses ini sangat mudah dan permintaan pembayaran tergantung pada keinginan dari Penyedia Jasa.

Bentuk pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan adalah pembayaran yang dilakukan diakhir proses, dimana pembayaran ini dilakukan setelah serah terima pekerjaan pertama (PHO), tentu bentuk ini bisa jadi akan memberatkan bagi keseimbangan keuangan Penyedia Jasa, namun bagi Penyedia Jasa yang memiliki modal yang cukup tentu hal ini tidak akan menjadi perseoalan dan bentuk pembayaran ini tentu juga akan memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap serapan anggaran pemerintah.

Pemilihan bentuk pembayaran oleh PPK/KPA/PA tentu sangat diperlukan sekali dan pengaruh yang paling dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk pembayaran adalah terkait serapan anggaran, dimana kemajuan pekerjaan antara progress fisik dan keuangan sebisa mungkin dalam pelaksanaannya berimbang, dalam hal diberikannya uang muka pada Penyedia Jasa, maka setiap dilakukan pencairan harus dipotong secara proporsional saat melakukan pencairan, sehingga saat selesainya pembayaran prestasi pekerjaan sesuai ketentuan yang diatur, uang muka tersebut sudah lunas dan jaminan dapat dikembalikan kepada Penyedia Jasa.

Terlambat membayar dalam pekerjaan proyek kontruksi merupakan hal yang harus dihindari, karena dalam kontrak konstruksi hal tersebut sudah diatur, dimana jika Pengguna Anggaran terlambat dalam membayar, maka hal tersebut merupakan salah satu menyebabkan terjadinya cidera janji yang dilakukan oleh Pengguna Anggaran, cidera janji dalam kontrak konstruksi merupakan suatu persoalan yang menyebabkan bisa berujung pada pemutusan kontrak.

Selain persoalan diatas untuk menghindari terjadinya terlambat membayar kepada para pengelola proyek konstruksi, khususnya yang terkait dengan pembayaran kegiatan, pandai-pandailah dalam mengatur waktu jika ingin bepergian atau dinas luar, karena ketika ada Penyedia Jasa yang mengajukan permintaan pencairan, janganlah karena tidak adanya seseorang pembayaran jadi tertunda, memang berdasarkan pengalaman Penyedia Jasa ketika terlambat dibayar tidak ada yang komplain, namun kita selaku orang yang dipercaya dalam hal pembayaran harus menyadari akan tugas tanggung jawab yang diberikan, sehingga kita menjadi bagian dari solusi dalam pelaksanaan proyek konstruksi dipemerintah.

Pentingnya ketersediaan keuangan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, sehingga diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan, kita berharap agar hal tersebut menjadi perhatian bagi kita semua selaku pengelola pekerjaan, sehingga apa yang telah di atur tersebut kedepannya tidak lagi menjadi penghalang dalam melakukan pembayaran kapada Penyedia Jasa, berbagai kendala dan persoalan yang akan menghambat sudah sewajarnya diketahui sejak awal sebelum proses lelang dilaksanakan.

Semoga kita semua memahami dan mengerti bahwa dalam melakukan perikatan hukum antara dua belah pihak, dalam proyek konstruksi ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, yang apabila tidak terpenuhi dengan baik atau bahkan tidak tepat waktu dalam prosesnya bisa berakibat terjadinya cidera janji, yang pada akhirnya membuat munculnya tuntutan oleh salah satu pihak, maka hal tersebut harus kita hindari sejak awal demi kelancaran pelaksanaan kegiatan proyek.

Bagi para pengelola pengadaan barang/jasa khususnya para penandatangan kontrak (PPK/KPA/PA), sebelum dilakukan pelelangan agar kiranya dapat memastikan akan ketersediaan anggaran, seperti yang amanatkan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga pelaksanaan kegiatan proyek Pemerintah dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa adanya persoalan yang mengakibatkan terjadinya klaim dari salah satu pihak yang berkontrak.

Mohon maaf jika terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan
Harapan kepada pembaca yang bijaksana mohon koreksinya

Oleh
Nafriandi

Selasa, 07 Agustus 2018

KINERJA PENYEDIA JASA YANG DITETAPKAN PPK/KPA/PA MENJADI SYARAT YANG MENENTUKAN DALAM PROSES LELANG


Dalam rangka terlaksananya etika pengadaan barang/jasa, penyedia jasa dalam prosesnya dituntut untuk mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang telah ada, baik peraturan perundang-undangan, juknis atau ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, banyaknya ketentuan yang harus harus dipenuhi janganlah dijadikan sebagai permasalahan tapi jadikan sebagai acuan dalam menuju hasil yang dapat dipertanggung jawabkan.



Salah satu tugas baru yang akan dilaksanakan oleh penanda tangan kontrak (PA/KPA/PPK), diamanatkan oleh Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan Barang/jasa Pemerintah, dimana dalam tugasnya PPK pada pasal 11 ayat 1 huruf o berbunyi yaitu “menilai kinerja penyedia”, menilai kinerja tersebut sebenarnya diamanatkan kepada penanda tangan kontrak, walaupun dalam peratutaran prsediden ini hanya disampaikan dalam tugas PPK, namun penilaian kinerja tersebut harus dikeluarkan oleh siapapun yang menjadi penanda tangani kontrak (PPK/KPA/PA), pada peraturan sebelumnya hal ini tidak diamanatkan

Saat ini penanda tangan kontrak berbeda-beda nama, Mengapa demikian? Karena pelaku pengadaan barang/jasa (K/L/D/I) khususnya personil pengikat kontrak dalam implementasi walaupun berbeda-beda namun dibolehkan, nama unsur yang berkontraknya tergantung rentang kendali tugas masing-masing satuan kerja dan tidak semuanya menunjuk PPK dalam proses pengadaan barang/jasa, ada PPK, KPA dan bisa juga PA, dalam penilaian kinerja penyedia jasa/badan usaha harus dikeluarkan oleh yang mengikat kontrak atau berjanji apapun namanya.

Kinerja atau prestasi kerja penyedia jasa/badan usaha merupakan hasil yang dicapai secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan pekerjaan, dimanaa kemampuannya dalam menangani pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya harus dilaksanakan dengan baik, pengalaman pekerjaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah bagi penyedia jasa secara berkelanjutan akan dijadikan syarat dalam proses lelang untuk mendapatkan pekerjaan berikutnya.

Seberapa pentingkah peninilaian kinerja?

Masuknya penilaian kinerja dalam tugas PPK tentu sudah melalui kajian, urgensinya akan saling kait berkait dengan proses lain dalam pengadaan barang/jasa, sehingga dalam pelaksanaannya tentu harus diperhatikan dengan seksama, untuk apa dan kapan digunakannya penilaian kinerja tersebut, memang selama ini penyedia jasa yang masuk daftar hitam jelas tidak akan bisa ikut dalam proses pengadaan barang/jasa, namun kedepannya perlakuan yang sama dengan daftar hitam juga berlaku untuk kinerja tidak baik, hal ini bisa saja untuk menjawab persoalan yang selama ini diperdebatkan yaitu seperti blacklist lokal dan lain-lain yang sebenarnya tidak ada. 

Prestasi kerja sebelumnya bagi penyedia jasa/badan usaha yang kurang baik dan bahkan tidak baik memang terkadang menjadi persoalan bagi personil pengadaan barang/jasa, kondisi kinerja tidak baik penyedia jasa tidak akan diketahui oleh yang mengadakan proses pelelangan (pokja ULP katakan), sebab yang tau akan hal itu adalah pelaksana kegiatan, sehingga terkadang hasil lelang menjadi perdebatan antara personil proses lelang dengan personil pelaksana kegiatan tersebut.

Penyedia jasa yang menangani kegiatan pada instansi A, secara otomatis jejak rekamnya yang berupa kinerja tersebut akan diketahui oleh personil pelaksanana instansi A, tapi jika sebelumnya penyedia jasa/badan usaha ikut menangani kegiatan di instansi B secara otomatis pelaksana di instansi A tidak akan mengetahui kinerjanya penyedia jasa di instansi B tersebut dan begitu juga sebaliknya, bagi personil yang menangani proses lelang kondisi kinerja baik dan tidaknya suatu badan usaha sama sekali tidak akan mereka ketahui.

Pentingnya kinerja memang sudah menjadi bahasan dari dulu dan bahkan jika PPK/KPA/PA tahu kinerja calon pemenang yang ditetapkan tidak baik, PPK/KPA/PA berhak meninjau ulang pemenang lelang yang sudah ditetapkan untuk disampaikan kepada Pokja ULP, namun terkadang kondisi ini akan menimbulkan berbagai pertentangan dengan alasan bahwa penyedia jasa/badan usaha bersangkutan tidak masuk dalam daftar hitam Nasional.

Dengan adanya “penilaian kinerja” yang dikeluarkan oleh penanda tangan kontrak (PPK/KPA/PA), mudah-mudahan menjadi solusi bersama untuk menyamakan persepsi semua unsur pengelola barang/jasa, sehingga Pokja ULP tidak ragu-ragu dalam menetapkan Pemenang hasil pelelangan dan ketika penyedia jasa/badan usaha yang tidak mengantongi penilaian kinerja, maka sebenarnya kondisi ini dalam lelang sangat jelas.

Sudah sejauh manakah sosialisasi terhadap tugas menilai kinerja penyedia?

Tugas baru PPK sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah pasal 11 ayat 1 huruf o berbunyi yaitu “menilai kinerja penyedia”, maka sudah sawajarnya dalam sosialisasi terhadap hal berkenaan digencarkan, sebab poin tersebut sangat penting dan akan memberi pengaruh yang cukup besar bagi para pelaku pengadaan barang jasa, apalagi pada tahun 2019 peraturan tersebut akan berlaku menyeluruh dalam proses Pengadaan Barang/Jasa.

Kita berharap akan hal berkenaan tidak menggunakan persepsi masing-masing, sehingga menjadi perbedaan dan perdebatan yang tidak berujung tanpa penyelesaian, maka kita pun sebagai pelaku pengadaan barang/jasa sebenarnya sangat berharap dalam sosialisasi-sosialisasi hal ini sudah disampaikan kepada peserta sosialisasi, kapan perlu sudah ditekankan semua kegiatan proyek tahun 2018 seluruh penanda tangan kontrak (PPK/KPA/PA) sudah mengeluarkan surat kinerja tersebut.

Penyedia jasa yang mengikuti pelelangan tahun 2019 harus sudah mengantongi surat kinerjanya, sehingga dalam mengikuti proses lelang dapat dilampirkan sebagai pendukung pengalaman pekerjaan penyedia jasa bersangkutan, kemudian terkait dengan kegiatan peneyedia jasa ditahun 2017 kebawah, mungkin dalam lampiran pendukung pengalamannya bisa dipertimbangkan untuk tidak meminta penilaian kinerja tersebut, hal ini karena alasan-alasan yang saya rasa kita semua sudah mengerti dan memahami.   

Sudah adakah batasan-batasan penilaian kinerja tersebut?       

Setiap ketentuan pasti ada batasan-batasannya, begitu juga halnya dengan penilaiaan kinerja yang akan dilakukan oleh penanda tangan kontrak (PPK/KPA/PA), dalam penilaian kinerja tentu memerlukan batasan-batasan yang akan menjadi pedoman dan acuan oleh pejabat penanda tangan kontrak, sehingga keputusan yang diambil tidak menimbulkan polemik bagi kelangsungan pengadaan barang/jasa pemerintah secara umum.

Kinerja baik dan tidak baik yang akan dicapkan kepada penyedia jasa merupakan hal yang sangat penting bagi masa depan penyedia jasa itu sendiri, keputusan yang akan kita ambil tidak merugikan mereka, sehingga setiap penanda tangan kontrak PPK/KPA/PA saat memutuskan kinerja tidak baik pada penyedia jasa berdasarkan pertimbangan yang matang dan memang sudah memenuhi ketentuan.

Maka dari pada itu untuk kelancaran dan menjaga hubungan baik dengan penyedia, standard dan kriteria perlu ditetapkan sebijak mungkin dan sebaiknya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, mengapa demikian? Karena penilaian kinerja yang dikeluarkan oleh penanda tangan kontrak akan menjadi surat penting bagi penyedia dalam mengikuti proses lelang selanjutnya, kalaulah penyedia jasa tidak memiliki surat keterangan kinerja tentulah penyedia tersebut tidak akan bisa mengikuti proses pelelangan dimana pun.

Mungkin ada baiknya kontraktor yang mendapatkan paket lebih dari satu pada tahun sebelumnya, agar dapat melampirkan semua pangalamannya berikut surat keterangan kinerjanya, karena bisa saja salah satu dari beberapa paket tahun sebelumnya tersebut tidak mengantongi kinerja baik, sehingga ketika mengikuti pelelangan mereka hanya melampirkan pengalaman yang memiliki kinerja baik saja atau adanya syarat batasan porsentase berkinerja baik bagi penyedia jasa yang menangani kegiatan melebihi 2 (dua) paket tahun sebelumnya.

Kemudian sampai saat ini belum ada stadar dan kriteria panilaian kinerja bagi penyedia jasa, apakah penyedia jasa yang sudah mendapatkan surat peringatan pertama atau kedua dan atau ketiga tergolong berkinerja tidak baik? atau penyedia yang sudah berulang-ulang tidak mengindahkan instruksi direksi lapangan berkinerja tidak baik? ataukah penyedia jasa yang tidak mengindahkan instruksi hasil audit juga demikian? dan lain sebagainya, seperti apakah penyedia jasa yang berkinerja baik dan tidak baik?, hal itu harus dirumuskan dan jelaskan dalam peraturan perundang-undangan.

Standar dan kriteria penilaian kinerja tesebut sebaiknya tahun 2018 setelah Peraturan Presiden terbit harus sudah ada, sebab tahun 2019 Peraturan presiden nomor 16 Tahun 2018 otomatis sudah diberlakukan dalam proses pengadaan barang/jasa, pada akhir tahun 2018 saat selesainya serah terima pertama (PHO) harus sudah mengeluarkan surat penilaian kinerja dan kemudian setelah serah terima akhir (FHO) juga mengeluarkan penilaian kinerja lagi, sehingga dapat digunakan oleh penyedia jasa sesuai kebutuhannya.

Kita berharap dengan adanya penilaian kinerja ini dapat terciptanya kemudahan dan meminimalisir persoalan bagi para pengelola dalam proses pengadaan barang/jasa, baik proses lelang oleh Pokja ULP maupun proses pelaksanaan oleh PPK/KPA/PA, sehingga dengan sendirinya terjaringlah para penyedia jasa/badan usaha yang hasil kerjanya dapat dipertanggung jawabkan dan memberikan kenyamanan bagi semua pihak.

Kapada para PPK/KPA/PA yang menanda tangani kontrak, ingat akhir tahun 2018 ketika pekerjan proyek sudah selesai, jangan lupa untuk mengeluarkan surat keterangan berkinerja baik kepada penyedia jasa dengan penilaian yang objektif dan bagi para Pokja ULP (UKPBJ) tahun 2019 jika PPK/KPA/PA lupa melampirkan syarat berkinerja baik, maka jangan lupa untuk saling mengingatkan, PPK/KPA/PA dan Pokja ULP (UKPBJ) merupakan tim estafet yang harus saling menjaga kebersamaan untuk kekompakkan.      

Mohon maaf jika terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan

Oleh

Nafriandi

PACU JALUR TERINTEGRASI DAPAT MENJAGA BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN WISATA DAN MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Oleh : Nafriandi Masing-masing daerah berusaha secara kontinyu untuk mempertahankan dan bahkan mencari potensi baru dibidang pariwisata, k...