Jumat, 27 September 2019

LANGKAH-LANGKAH PPK TERHADAP PEKERJAAN YANG TIDAK SELESAI PADA WAKTU PELAKSANAAN KONTRAK.

Dalam hal Penyedia jasa gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak berakhir, PPK/KPA/PA sebaiknya harus benar-benar bertindak tepat dalam mengambil keputusan, sehingga dari hasil keputusan yang telah diambil tidak merugikan pihak manapun, baik penyedia jasa selaku pelaksana, maupun masyarakat yang akan memanfaatkan hasil pembangunan tersebut, dalam hal ini seorang yang ditunjuk manjadi PPK harus mampu melaksanakan fungsi manajemen proyek dengan baik.



Jika pelaksanaan pekerjaan dimanajemen dengan baik oleh PPK, yakinlah keputusan yang tepat akan dengan sendirinya tercipta, namun jika sebaliknya maka akan menghasilkan keputusan yang tidak berimbang, parameter penting bagi seorang PPK dalam mengambil keputusan terhadap hal berkenaan adalah catatan harian pelaksanaan proyek atau yang lebih dikenal dengan sebutan laporan harian proyek.

Laporan harian proyek merupakan kewajiban Penyedia jasa dalam penyediaannya, dimana pada laporan harian tersebut akan menggambarkan catatan-catatan pekerjaan selama berlangsungnya proyek, dari laporan tersebut akan tergambar capaian pekerjaan perharinya, yang pada akhirnya akan menjadi laporan mingguan dan bulanan, capaian target perbulannya diambil dari laporan mingguan, kemudian laporan mingguan diambil dari laporan haruan, artinya kemajuan pekerjaan dalam bentuk progres fisik diambil dari laporan harian tersebut.

Capaian target progres fisik lapangan perbulannya akan dengan mudah untuk dievaluasi melalui laporan harian tersebut, sehingga PPK dalam mengambil keputasan terhadap proyek yang tidak selesai pada masa pelaksanaannya tidak memberikan kesempatan atau memutus begitu saja terhadap penyedia jasa tersebut, manfaatkanlah evaluasi laopran hariannya, sehingga keputusan benar-benar tepat dan termanajemen dengan baik. 

Azas manfaat merupakan hal penting, Namun tetap memperhatikan aspek hukum terhadap segala tindakannya, akuntabitas terhadap tugas yang diberikan harus tetap diutamakan, sehingga keputusan yang diambil benar-benar dapat dipertanggungjawaban, jika keputusan PPK hanya mengedepankan manfaat semata tentu akan menimbulkan hal kurang baik dalam keberlangsungan penyelenggara proyek, azas manfaat harus diiringi dengan manajemen yang baik dalam pelaksanaannya.

Memberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan proyek kepada penyedia jasa, memang diatur dalam perundang-undangan, tapi kondisi seperti apakah hal tersebut harus diberikan kepada penyedia jasa?, mungkin tidak banyak jawaban yang bisa dijadikan referensi dalam mengambil keputusan tersebut, jawabannya mungkin akan terang benderang jika kita membuka instrumen proyek seperti catatan harian atau laporannya hariannya, artinya kalau laporan harian benar-benar dilaksanakan dengan baik, maka keputusan akan mudah diambil oleh seorang PPK.

Berbagai persoalan dalam pelaksanaan proyek khususnya terkait keterlambatan bisa saja timbul dalam pelaksanaan proyek bahkan sudah hal biasa, baik akibat kelalian Penyedia jasa ataupun hal klasik lainnya, seperti keterlambatan menyerahkan sarana proyek oleh Pengguna Jasa,  maupun pengaruh alam yang terjadi disekitar lokasi proyek tersebut, setiap hal yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek harus dituangkan dalam administrasi proyek, sehingga ketika masa pelaksanaan kontrak berakhir PPK akan dimudahkan dalam  pengambilan keputusan.

Pemberian kesempatan atau tidak kepada Penyedia jasa untuk menyelesaikan pekerjaannya, akan tergambar dengan jelas dalam dokumen pelaksanaan proyek sejak awal, langkah-langkah yang diambil PPK terhadap Penyedia Jasa yang tidak menyelesaikan proyek sampai pada masa pelaksanaan kontrak berakhir adalah sebagai berikut :

1.      Addendum Kontrak.

Addendum kontrak adalah perubahan yang dilakukan terhadap kontrak yang sedang berjalan, perubahan kontrak dapat dilakukan terhadap pekerjaan yang mengalami perubahan volume lapangan, baik akibat perubahan perpindahan volume maupun perubahan volume akibat penambahan anggaran dan juga terhadap adanya gangguan waktu pekerjaan akibat bencana alam yang membuat pekerjaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik..

Akibat perubahan volume, perpanjangan waktu bisa dilakukan oleh PPK berdasarkan kajian dan perhitungan waktu berdasarkan volume pekerjaan dilapangan, kemampuan pekerjaan perharinya dari perubahan volume dihitung menyesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan berdasar kemampuan pekerjaan perhari sesuai dengan kontrak yang telah berjalan sebelumnya.

Perpanjangan waktu yang dilakukan akibat kondisi alam, baik gangguan akibat curah hujan maupun gangguan lainnya yang mengakibatkan aktifitas pekerjaan lapngan tidak dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya, maka harus dicatat dalam laporan harian, kehilangan waktu akibat gangguan alam dan sejenisnya tersebut dihitung lamanya dan dilakukan perpanjangnan waktu sesuai dengan jumlah selama mereka tidak dapat bekerja dengan baik.

Kehilangan waktu pelaksanaan akibat gangguan alam harus dilengkapi bukti-bukti resmi, dimana bukti-bukti tersebut sebagai dasar dalam pembuatan Justifikasi teknik, dimana Justifikasi teknik tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam membuat addendum khususnya perpanjangan waktu pekerjaan, Justifikasi teknis yang berisikan alasan penting akan menjadi syarat administrasi bagi proses addendum kontrak.

Jika dalam pelaksanaan pekerjaan dilapangan terjadi akibat kondisi alam berupa banjir, huru hara dilapangan dan lain sebagainya, maka PPK bisa menghentikan kontrak sementara dalam batas waktu tertentu, setelah keaadaan normal kemudian PPK mengeluarkan Surat perintah mulai kerja (SPMK) kembali, segala biaya lapangan yang timbul akibat penghentian tersebut menjadi tanggung jawab Pengguna Anggran dan dapat dituangkan pada kontrak bersamaan dengan addendum.

Terkait dengan pekerjaan yang dilakukan penghentian sementara, waktu pelaksanaan kontrak tidak berubah dan pada kondisi ini perpajangan waktu dengan addendum tidak diperlukan, karena PPK melakukan penghentian yang selanjutnya PPK mengeluarkan Surat Perintah mulai kerja (SPMK) kembali, dimana dalam SPMK tersebut tentu dengan sendirinya akan merubah rencana serah terima pekerjaan akibat adanya penghentian yang telah dilakukan oleh PPK.  

Addendum kontrak terhadap perpanjangan waktu terkait hal-hal diatas, dilakukan oleh PPK apabila masih tersedianya waktu dalam tahun anggaran berjalan, misal pekerjaan menggunakan tahun tunggal otomatis tahun berjalannya adalah sampai tanggal 31 desember, jika kondisi sebaliknya waktu tahun anggaran tidak tersedia lagi, maka PPK dapat menghentikan pekerjaan dan membayar sesuai dengan kemajuan fisik pekerjaan lapangan yang ada.

Jadi addendum kontrak perpanjangan waktu dilakukan terhadap pekerjaan bersangkutan, maka PPK harus secermat mungkin dalam memberikan hal tersebut, alasan dalam justifikasi teknik harus jelas dan tidak mengada-ada, sehingga ketika diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan tersebut, PPK memiliki administrasi yang cukup dan lengkap.

Kepada PPK sebaiknya jangan asal memberikan addendum perpanjangan waktu kalau tidak memiliki alasan yang jelas, addendum perpanjangan waktu yang diberikan tersebut mungkin sebaiknya dilakukan akibat perubahan volume, penambahan anggaran dan akibat gangguan alam, dengan ketentuan waktu tahun berjalan masih tersedia.
         
2.      Penghentian Kontrak

Penghentian kontrak dapat dilakukan oleh PPK apabila terjadi keadaan Kahar, dimana hal tersebut berupa kondisi alam disekitar lokasi pekerjaan, seperti banjir, gempa dan gangguan alam lainnya, dalam kondisi dimana perpanjangan waktu tidak bisa lagi dilakukan karena terikat tahun anggaran.

Pada kondisi ini PPK bersama tim pendukungnya melakukan opname lapangan bersama dengan membuat berita acara opname lapangan, setelah progres fisik didapat maka dilengkapi segala administrasinya, kemudian dilakukan pembayaran sebesar progres fisik hasil opname lapangan, penyedia Jasa tidak lagi dibebankan pada pertanggungan terhadap pemeliharaannya, karena pada kondisi ini kontrak dihentikan.

Penghentian kontrak tidak mengenal retensi dan masa pemeliharaan, sehingga segala hak berupa pembayaran terhadap pekerjaan yang dihentikan dilakukan sebesar kemajuan pekerjaannya, kemudian segala kewajiban penyedia jasa khususnya administrasi proyek harus tetap dipenuhi, sebelum pembayaran dilakukan, serah terima pekerjaan berupa Serah terima pertama (PHO) dan serah terima terakhir (FHO) juga tidak diperlukan, namun untuk serah terima dari PPK kepada PA tetap harus dilakukan.   

Sisa fisik yang belum selesai pada pada proyek  tersebut dapat dianggarkan kembali pada tahun berikutnya, dimana hasil opname dan berita acara penghentian kontrak menjadi dasar untuk dimasukkan kembali pada tahun anggaran berikutnya, penuntasan pekerjaan tersebut harus segera dianggarkan pada tahun berikutnya, sehingga bangunan tersebut dapat segera termanfaatkan sesuai fungsinya.       
.
3.      Memberikan Kesempatan dengan Denda

Dalam hal pemberian kesempatan kepada penyedia Jasa untuk menyelesaikan pekerjaannya, harus melalui kajian yang matang oleh PPK, karena hal tersebut dilakukan terhadap Penyedia Jasa atas penilaian yang dilaksanakan oleh PPK bersangkutan, darimana dan bagaimana PPK melakukan penilaian terhadap penyedia jasa yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sampai masa kontrak berakhir?

PPK dapat melakukan penilaian dari proses yang telah dilakukan selama berlangsungnya pelaksanaan pekerjaan tersebut, catatan harian atau laporan harian selama masa pelaksanaan akan menjadi penting bagi PPK dalam mengambil keputasn, terkait pemberian kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaannya, laporan harian yang dijadikan bagian dari laporan bulanan akan memberikan gambaran yang jelas terhadap kinerja penyedia Jasa.

Laporan bulanan proyek merupakan dokumen yang memberikan gambaran terhadap kemajuan pekerjaan, dimana realisasi kegiatan dalam bentuk progres fisik akan menghasilkan deviasi pekerjaan, deviasi plus dan minus bisa dijadikan tolok ukur bagi PPK dalam mengambil suatu kebijakkan, terkait deviasi minus inilah yang menjadi parameter penting bagi para PPK dalam pemberian kesempatan tersebut.

Deviasi minus pekerjaan merupakan hal biasa dan sering terjadi dalam pelaksanaan proyek, kondisi tersebut sudah menjadi dinamika dalam keberlangsungan pelaksanaan proyek, namun setiap hal yang terjadi pasti selalu ada solusi dalam prosesnya, sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dan selesai pada waktunya, berbagai ragam, cara dan methoda akan selalu ada pada unsur-unsur pelaksanaan pekerjaan dilapangan.

Namun dalam pelaksanaan proyek ketika kondisi deviasi minus sampai pada ambang toleransi, maka pada kondisi tersebutlah PPK harus melakukan tindakan admistratif terhadap penyedia jasa, batas ambang toleransi deviasi minus adalah diatas – 10 % kontrak kritis I (Pertama) dan ke II (kedua) dan diatas – 5  kontrak kritis ke III,  deviasi minus saat kontrak kritis inilah sebetulnya yang tepat bagi PPK dalam menilai penyedia jasa tersebut, apakah diberikan waktu penyelesaian dengan denda atau tidak.

Ketika Penyedia jasa telah mengalami kontrak kritis yang berulang, azas manfaat mungkin sudah dapat dikesampingkan oleh PPK, karena jika hal tersebut tetap teruskan bisa berpotensi berulangnya kelalaian penyedia pada saat pemberian kesempatan, sebab pembemberian kesempatan penyelesaian dengan denda waktu harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, oleh sebab itu PPK harus melakukan penilaian terhadap Penyedia jasa berdasarkan kesempatan yang telah dijalani selama berlangsungnya pekerjaan..

Tidak adanya ketentuan atau petunjuk teknis yang tegas terhadap pemberian kesempatan penyelesaiaan pekerjaan kepada Penyedia Jasa dengan denda, membuat para pengambilan keputusan dalam pelaksanaannya menjadi berbeda-beda menurut masing-masing PPK, oleh sebab pada kondisi sekarang seorang PPK ketika mengalami hal seperti diatas, maka harus benar-benar cermat dalam mengambil keputusannya.

Mungkin bagi Penyedia Jasa yang telah mengalami minimal 2 (dua) kali kontrak kritis secara beruurutan rasanya bisa diputuskan untuk tidak diberikan kesempatan tersebut, sebab dalam perjalanan penyedia tersebut tidak bisa memperbaiki kelalainya secara berturut, apalagi kalau deviasi minusnya diatas 10 %, mungkin untuk keadaan-keadaan tertentu bisa saja diberikan terutama untuk pekerjaan yang sederhana dan tidak konflit.

Jadi pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan kepada penyedia saat ini menjadi hak penuh dari PPK, mau diberikan atau tidak, maka PPK yang akan menilai hal tersebut, dalam pelaksanaan kontrak kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan memang hak penyedia jasa, namun hak tersebut tentu didasari oleh proses selama masa pelaksanaan pekerjaan, ketika pelaksanaan kontrak mau berakhir tiba-tiba itu hak penyedia, harus diberi kesempatan, belum tentu, harus dilakukannya kajian terhadap proses selama pelaksanaan berlangsung.

Sampai saat ini belum ada ketentuan atau petunjuk teknis yang tegas terhadap pemberian waktu penyelesaian dengan denda, sehingga PPK melakukan penilaian harus benar-benar cermat, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat keputusan yang dibuat oleh PPK tersebut. PPK dalam mengambil keputusan tersebut terkadang harus meminta pertimbangan dari pimpinan, syukur-syukur pertimbangan yang diberikan berimbang.

Jadi terkait pemberian kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan denda kepada penyedia oleh PPK, merupakan penilaiaan dari PPK bersangkutan, manfaatkanlah dan jadikanlah administrasi sebagai instrumen dalam pengambilan keputusan,, khusus persoalan ini yang lebih tepat adalah progres fisik pekerjaan lapangan, perhatikan dan telaah dengan dengan cermat catatan harian atau laporan harian pekerjaan Penyedia jasa, sehingga keyakinan PPK benar-benar kuat dalam pengambilan keputasan pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan dengan denda tersebut.

Ketika waktu pelaksanaan dengan denda diberikan, selama pelaksanaannya PPK harus lebih memfokuskan diri pada proses pelaksanaannya, agar kondisi waktu dengan denda dapat termanfaatkan dengan efisien, sehingga waktu yang tersedia tersebut tidak berlarut dan semakin panjang, usahakan menpercepat pekerjaannya, usahakan pekerjaan yang dilakukan Penyedia Jasa tersebut tidak mencapai denda maksimal.      

4.      Pemutusan Kontrak

Pemutusan kontrak dilakukan oleh PPK apabila kondisi tidak lagi memungkinkan untuk dilakukan perpanjangan waktu, baik addendm ataupun pemberian kesempatan penyelesaiaan dengan denda, putus kontrak sepihak biasanya dilakukan apabila telah dilakukannya kontrak kritis ke III (ketiga) oleh PPK, dimana paling lambat 7 (tujuh) hari setelah surat peringatan ketiga atau Pemberian kesempatan dengan denda telah berakhir.

Pada kondisi ini sebelum dilakukan pemutusan sepihak tersebut PPK harus melakukan opname lapangan bersama dengan tim pendukung dan penyedia jasa, dimana progres akhir akan dituangkan dalam berita acara, kemudian PPK membuat surat Wan Prestasi, yang selanjutnya melakukan klaim jaminan pelaksanaan dan uang muka (apabila belum lunas), kemudian pembayaran tagihan dilakukan sebesar kemajuan progres dilapangan.

Penyedia Jasa ketika putus kontrak tidak ada kewajiban pemeliharaan terhadap pekerjaan lapangan yang telah ditanganinya atau tidak ada masa pemeliharaannya, segala administrasi yang menjadi kewajiban Penyedia Jasa harus dilengkapi seseuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Pengambilan keputusan oleh PPK pada kondisi pekerjaan tidak selesai sampai pada batas akhir waktu pelaksanaan kontrak, PPK harus benar-benar melakukan kajian dan pertimbangan matang, sehingga keputusan yang diambil tidak merugikan pihak manapun, yang paling tepat dalam pengambil keputasan tersebut adalah dengan melakukan kajian terhadap catan harian atau laporan harian yang dibuat oleh Penyedia jasa.

Karena dari sanalah akan tergambar apakah ada unsur kelalaian atau memang waktu yang tersedia dalam kontrak kurang cukup untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut, dalam perhitungan waktu sebelum lelang PPK juga harus benar-benar mengkaji berapa lama waktu pelaksanaan yang harus disediakan untuk pekerjaan tersebut, memang terkadang waktu yang tersedia bisa saja terjadi akibat perhitungan waktu yang kurang tepat sejak awal.

Pemberian kesempatan dalam penyelesaian pekerjaan kepada penyedia memang dalam Peraturan Presiden diperbolehkan melebihi tahun anggaran, namun kepada PPK harus benar-benar memastikan dengan cermat jika mengalami kondisi tersebut, terkait kondisi tersebut jika terjadi PPK harus memperhatikan kepastian anggaran tersedia tahun berikutnya dan ketersediaannya juga harus sudah ada persetujuan oleh tim anggaran baik eksekutif maupun legislatif.

Kalaulah hanya sekedar diberikan begitu saja oleh PPK tanpa adanya pegangan bagi PPK terhadap tersedianya anggaran yang telah disetujui oleh tim anggaran, maka PPK perlu mempertimbangan agar tidak diberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menyelesaikan sampai melebihi akhir tahun, sebab ketika tidak adanya kepastian anggaran yang jelas, ketika selesainya tugas penyedia jasa nanti akan menjadi tanggung jawab PPK terhadap pembayarannya, sementara dalam dokumen tahun anggaran berikutnya kegiatan tersebut belum ada dalam dokumen anggaran.

Selain hal tersebut, mengapa PPK harus berhati-hati dalam memberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan melebihi tahun anggaran, dalam peraturan Jasa Konstrusi juga telah diatur penggunaan tahun, dimana ada Tahun Tunggal dan ada tahun Jamak, ketika hal tersebut Tahun Tunggal, maka waktu pelaksanaan pekerjaannya rentang waktu 1 Januari – 31 Desember, jadi perlu kehati-hatian dalam memberikan kesempatan penyelesaian, apalagi peraturan tersebut secara hirarkhi lebih tinggi dari Peraturan Presiden.

Bermain dizona aman dalam memberikan kesempatan kepada Penyedia jasa mungkin akan lebih nyaman bagi PPK, apalagi waktu kontrak menggunakan Tahun Tunggal, lamanya addendum waktu dan pemberian kesempatan kepada penyedia jasa pastikanlah sebaik-baiknya atau masih berada pada tahun berjalan, sehingga rentang tahun anggaran dalam tahun tunggal tersebut benar-benar terpenuhi dengan tepat, kepada PPK biasakan meminta pendapat pimpinan dalam mengambil keputusan, sebaliknya kepada para pimpinanan sebagai atasan PPK biasakan memberikan saran kepada PPK dan jangan dijadikan saran tersebut sebagai keputusan, agar PPK mudah dalam mengambil melaksanakan pekerjaannya .                   

Semoga para PPK terus meningkatkan kemampuannya dalam memanajemen proyek, karena manajemen proyek tidak banyak ditertuang dalam peraturan perundang-undangan, jadikan seluruh administrasi proyek untuk meningkatkan kompetensi diri, karena dari sanalah keputusan yang bijak juga akan dengan mudah bisa terlahir.

Terima kasih kami sampaikan kepada pembaca yang telah berkenan, jika ada kekeliruan dari artikel ini, koreksi dan saran sangat diharapkan oleh penulis, jika ada kata yang tidak tepat kami mohon maaf kepada para pembaca.

Oleh
Nafriandi

PACU JALUR TERINTEGRASI DAPAT MENJAGA BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN WISATA DAN MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Oleh : Nafriandi Masing-masing daerah berusaha secara kontinyu untuk mempertahankan dan bahkan mencari potensi baru dibidang pariwisata, k...