Kamis, 14 Februari 2019

KEMAMPUAN PPK DALAM MENGHITUNG HPS/OE AKAN MEMUDAHKANNYA DALAM MEMANAJEMEN PEKERJAAN

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah harga yang dihitung dan ditetapkan oleh pemilik proyek dalam rangka pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa, hal tersebut dilakukan sebelum proses lelang dilaksanakan, perhitungan dimaksud adalah terhadap Volume Pekerjaan dan Harga dasar satuan bahan bahan, yang selanjutnya akan dituangkan kedalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) melalui analisa-analisa harga satuan masing-masing yang biasa digunakan.

Begitu pentingnya perhitungan HPS/OE dalam pengadaan barang/jasa, sehingga PPK dalam melakukan hal ini harus benar-benar mengetahui setiap proses dalam perhitungannya, agar hasil perhitungan dapat dipertanggung jawabkan, sebaiknya perhitungan HPS/OE jangan terlalu dipercayakan begitu saja kepada pihak lain, kalau diperlukan bantuan pihak lain seorang PPK harus mencermati kembali terutama proses penentuan harga dasar yang mereka lakukan. 

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owner Estimate (OE) merupakan hal yang sangat penting dalam pengadaan barang Jasa, karena akan digunakan sebagai alat untuk mengukur kewajaran harga, dasar penetapan batasan tertinggi penawaran dan dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan, sehingga sebelum proses lelang dimulai HPS/OE tersebut harus sudah ada dan ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau siapapun yang bertindak selaku PPK.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang merupakan manejer tertinggi dalam suatu proyek, dalam menghitung HPS/OE harus mengacu kepada Engineer Estimate (EE) atau estimasi perencana yang berupa detail engineering design (DED) terutama untuk pekerjaan-pekerjaan besar yang banyak melibatkan tenaga dan teknologi, sungguhpun demikian bukan berarti pekerjaan sedarhana tidak boleh mengacu kepada hal tersebut, boleh tapi mungkin disesuaikan keadaannya apalagi hitungannya juga sederhana. 

Seorang yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus mengerti cara menghitung HPS, hal tersebut bukan berarti percaya atau tidak percayapada orang lain, tapi lebih kepada tugas dan tanggung jawabnya, ketika seorang PPK tidak mengerti cara menghitung HPS/OE, maka akan bepengaruh dalam pelaksaan pekerjaan, sebab HPS/OE merupakan instrumen penting untuk proses pelelangan dan bahkan untuk pelaksanaan pekerjaan

Dalam menghitung HPS/OE yang sangat perlu diperhatikan PPK adalah Volume Pekerjaan dan Harga Satuan yang sudah ada dalam Engineer Estimate (EE), mengapa hal ini yang harus diperhatikan? Karena 2 unsur inilah yang bisa membuat terjadinya mark up (menaikkan atau penggelembungan) yang jika dalam pelaksanaan pekerjaan, walaupun penawaran sudah turun bebrapa persen, namun ketika harga satuan yang ada pada HPS/OE itu tinggi, tidak tertutup kemungkinan salah satu item harga satuan yang menjadi nilai kontrak ikut tinggi.

Hasil perencanaan yang dibuat oleh konsultan perencana atau ahli belum serta merta langsung bisa dijadikan sebagai HPS/OE, hitungan perencanaan baru berupa Engineer Estimate (EE) atau berupa pagu anggaran yang masih harus dikalkulasi ulang oleh PPK untuk dijadikan HPS/OE, hal tersebut karena hasil perencanaan tahun sebelumnya tentu ada faktor-faktor lain dalam menentukan harga dasar, seperti diperhitungkannya prediksi kenaikan harga dasar satuan bahan untuk tahun rencana pelaksanaan fisiknya.

Dari hasil perencanaan yang telah dihitung oleh engineer berupa detail engineering design (DED), dalam hal pelaksanaan fisiknya tentu melihat pada ketersediaan anggaran, apakah proyek fisik tersebut dilaksanakan secara bertahap atau tidak, kalau dilaksanakan secara bertahap tentu harus dilakukan pemisahan volume sesuai tahapannya, namun jika anggaran yang tersedia cukup mengakomodir untuk satu tahun anggaran pekerjaan fisik bisa terselesaikan, maka PPK cukup meninjau kembali harga dasar satuan bahan dari hitungan perencanaan.

Menghitung kembali harga dasar satuan bahan oleh PPK bukanlah suatu ketidakpercayaan, namun hal tersebut dilakukan akibat turun naiknya harga dari waktu ke waktu, dimana harga dasar satuan bahan untuk menghitung HPS/OE harus update dan kekinian, sehingga harga dasar satuan bahan yang digunakan adalah harga pasar atau harga tahun berjalan, untuk itu sebelum menghitung dan menetapkan HPS/OE PPK terlebih dahulu harus melaksanakan survey harga bahan.

Selain survey harga bahan, PPK juga harus melakukan survey lokasi pekerjaan, hal ini dilakukan untuk memastikan kondisi lapangan sebelum proses pelaksanaan, dimana kondisi saat perencanaan dengan kondisi tahun pelaksanaan fisik jika ada perubahan dan berpengaruh pada volume pekerjaan yang telah hitung perencana, jika memang ada maka PPK segera mengkomunikasikannya dengan perencana untuk dilakukan perubahan volume sesuai kondisi lapangan, perubahan volume pekerjaan tersebut harus diketahui oleh perencana yang menghitungnya.

Setelah survey harga satuan dan survey lokasi pekerjaan, dengan tetap melihat hasil perencanaan barulah PPK bersiap untuk menyusun dan menghitung kembali HPS/OE untuk ditetapkan, PPK selaku orang yang ditunjuk untuk memanejeri pelaksanaan kegiatan tentu HPS/OE merupakan tanggung jawabnya, sebelum pembukaan penawaran dokumen tersebut harus disimpan agar tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, terkait penyampaian HPS/OE sebelum waktunya ke Pokja ULP kondisi tersebut ada baiknya dikaji ulang, sebab HPS/OE yang bersifat terbuka dalam Peraturan Presiden tesebut adalah nilainya bukan seluruh dokumennya.

Mengitung Harga Perkiraan Sendiri (HPS)/Owneer Estmate (OE)

Setiap pekerjaan konstruksi untuk mendapatkan total HPS/OE, pada masing-masing item pekerjaan umumnya mempunyai analisa harga satuan, dimana pada analisa harga satuan akan menjadi harga item pekerjaan, dalam analisa harga satuan terdapat 3 (tiga) unsur penting untuk mendapatkan harga total harga item pekerjaan, unsur-unsur tersebut adalah tenaga, bahan dan peralatan, setiap harga dimasukkan kedalam analisa masing-masing item harus terlebih dahulu dipastikan harga sebenarnya.

Tenaga merupakan pekerja yang dibutuhkan dalam masing-masing item pekerjaan seperti mandor, kepala tukang, tukang dan sebagainya dalam menentukan upahnya berdasarkan upah pekerja setempat atau kabupaten/kota yang telah ditetapkan secara nasional berdasarkan upah minimum yang nilainya berbeda-beda untuk setiap daerah, terkait upah tenaga kerja tahun berjalan tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya, karena pada akhir tahun sebelumnya atau awal tahun berjalan sudah ditetapkan.

Kebutuhan harga peralatan perwaktu kerjanya dihitung dari kebutuhan bahan bakar, oli dan lainnya, dituangkan dalam asumsi-asumsi tersendiri, bahkan harga beli alat dan siklus waktu kerjanya  menjadi bagian penting dalam perhitungan HPS/OE, sehinnga dalam menghitung biaya peralatan dalam analisa harga satuan memerlukan data-data penting seperti harga alat, kondisi alat dan termasuk bahan bakar, oli dan lainnya, kemudian selain harga-harga yang dibutuhkan jarak lokasi juga menjadi penting dalam proses perhitungannya.

Lain halnya dengan tenaga dan peralatan, bahan dalam menghitung harganya dimulai dari harga bahan dasar, dimana harga bahan dasar adalah harga di pabrik/toko/distributor/lokasi, setelah harga dasar ditoko/pabrik/distributor/lokasi didapat dari hasil survey yang telah dilaksanakan oleh PPK beserta tim pendukungnya.

Contoh

Harga bahan dasar (A) besi tulangan = Rp. 16.000,00.- per kg 
selanjutnya menghitung harga bahan untuk dimasukkan kedalam analisa harga satuan masing-masing item pekerjaan, harga bahan adalah harga bahan dasar ditambah ongkos kirim (B) kelokasi ditambah biaya bongkar muat (C), biaya ongkos kirim diminta pada ekpedisi atau jasa pengiriman lainnya dan biaya bongkar muat mungkin bisa diperkirakan yang masuk akal.

Harga Satuan Bahan = A + B + C

Ongkos kirim dihitung semua kebutuhan yang dilalui oleh pengangkutan material tersebut darat, udara, sungai laut dan lainnya.
Setelah harga satuan bahan didapat, maka langkah selanjutnya memasukkan harga satuan bahan tersebut kedalam analisa harga satuan item pekerjaan (untuk item yang memiliki analisa) dan dikalikan dengan satuan volume kebutuhan, setelah itu subtotal masing-masing (tenaga, bahan dan peralatan) dijumlahkan, setelah dijumlahkan masukkan keuntungan dan overhead (max 15 % Perpres 54)

Harga satuan Item Pekerjaan didapat dari Subtotal Tenaga + Bahan + Peralatan + 15 % dari total tenaga, bahan dan peralatan, Setelah harga setiap item pekerjaan didapat, maka harga satuan masing-masing dikalikan dengan volume pekerjaan, didapatlah total biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut, dimana dari total tersebut dimasukkan Pajak penambahan nilai (PPN) sebesar 10 %.    
Jadi dalam menghitung HPS/OE, PPK harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

-    Pelajari dan telaah Eenginer Estimate (EE) yang ada dalam rencana awal, jika menggunakan konsultan perencana, undang mereka untuk berdiskusi terkait hal-hal teknis yang ada dalam perencanaan

-        Jika ada perubahan kondisi lokasi kerja, sampaikan kepada konsultan perencana untuk dilakukan redesign, bagaimanapun juga perubahan perlu diketahui oleh konsultan perencana, terutama perubahan yang menyangkut hal-hal mendasar. 
  
-         Survey lokasi rencana kegiatan untuk mendapatkan volume pekerjaan

-         Survey harga bahan/material untuk mendapatkan harga pasar pada tahun berjalan

-          Hitung jarak bahan/material dari pabrik/distributor/toko/quarry sampai kelokasi pekerjaan

-          Cari ongkos bongkar muat sesuai satuan masing-masing bahan/material

-          Cari ongkos kirim bahan material sesuai satuan masing-masing bahan/material

Dalam perhitungan HPS/OE harga tahun berjalan terutama harga dasar bahan pada satu daerah biasanya sama, namun  yang akan membedakan harga tersebut adalah setelah dimasukkannya jarak lokasi pekerjaan, sebaiknya bagi para PPK di daerah tersebut harus saling berkomunikasi terkait harga dasar masing-masing bahan, sehingga tidak ada perbedaan yang mencolok terkait harga dasar bahan yang sama ketika digunakan.

Untuk harga bahan/material tertentu PPK harus memiliki bukti tertulis harga dasar bahan/material dari pabrik/distributor yang didapat saat survey, dimana harga tersebut survey dilakukan pada tahun berjalan, terutama untuk harga bahan./material yang selalu berubah-ubah oleh pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar.

HPS/OE yang telah dibuat tersebut, dengan sesegera mungkin membuat time schedule paket pekerjaan yang akan dilelangkan, hal itu sangat penting sekali karena dalam time schedule akan tergambar kebutuhan berapa lama waktu kontrak yang akan diperlukan untuk pekerjaan tersebut, sehingga waktu yang tersedia harus disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang akan kita laksanakan.

Koreksi dan saran terhadap kekurangan selalu ditunggu


Nafriandi

Rabu, 13 Februari 2019

DILEMA KONTRAK TAHUN TUNGGAL YANG TIDAK SELESAI


Pelaksanaan kontrak merupakan proses yang sangat penting dalam pengadaan barang/jasa, karena sejak awal sebelum pekerjaan dimulai tentu segala harus  sudah terencana dengan matang apalagi terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak, sehingga hal-hal tersebut diikat dalam bentuk perjanjian, dimana setiap perjanjian harus terlaksana dengan baik dan kedua belah pihak tidak boleh melakukan  cidera janji.

Cidera janji adalah melanggar atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati (wanprestasi), ketika hal tersebut dilakukan oleh salah satu pihak tentu bisa berujung pada pemutusan kontrak, cidera janji yang dilakukan oleh Penyedia jasa dapat terjadi oleh berbagai hal,  seperti tidak menyelesaikan tugas, tidak memenuhi mutu, tidak memenuhi kuantitas dan tidak menyerahkan hasil pekerjaan

Dalam hal cidera janji Penyedia Jasa yang  tidak dapat menyelesaikan tugas, dimana pekerjaan tidak selesai pada batas waktu yang tersedia sampai pada batas akhir tahun anggaran, tentu akan menjadi dilema bagi para pelaku pengadaan barang/jasa terutama bagi pemilik proyek (Pengguna Anggaran), sebab proyek yang dikerjakan tentu memiliki tujuan mengapa proyek tersebut dibangun, apalagi bangunan yang dibuat tersebut menyangkut prasarana bagi masyarakat dalam menjalankan aktifitas.

Ketika pekrjaan yang dilaksanakan tidak bisa selesai pada akhir tahun, apalagi kontrak yang dipakai kontrak tahun tunggal, tentu akan mejadikan 2 (dua) pilihan yang sulit bagi pemilik proyek, karena disatu sisi tentu harus memikirkan manfaat dan disisi lain harus difikirkan akibat yang akan timbul bagi direksinya, dalam kondisi ini tentu direksi tidak akan mau mengambil resiko yang bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, apalagi pekerjaan sampai melebihi tahun anggaran.

Berbagai faktor penyebab yang bisa menyebabkan penyelesaiann terlambatnya pekerjaan lapangan antara lain :

1.      Perhitungan yang kurang cermat dalam pembuatan Harga Perkiraan Sendiri.

Harga perkiraan sendiri (HPS0 dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama tim pendukungnya atau oleh siapun yang akan berkontrak, pembuatan HPS dilakukan sebelum dilaksanakannya Proses lelang, tunjuan dari HPS adalah sebagai dasar Penyedia dalam melakukan penawaran terhadap lelang yang diikuti, HPS dibuat terhadap seluruh paket pekerjaan.
Ketika PPK membuat HPS, maka saat itulah PPK harus mencermati ketersediaan waktu pelaksanaan pekerjaan, item demi item pekerjaan harus dihitung waktunya sedemikian rupa, sehingga waktu pelaksanaan pekerjaan terhadap seluruh item benar-benar dapat terhitung dengan baik, ketika waktu yang diperlukan sudah didapat dengan menuangkan kedalam rencana waktu (time schedule), maka pada saat itulah PPK menentukan waktu pelaksanaan yang diperlukan.

Lama proses lelang juga harus menjadi perhitungan PPK, dimana termasuk memperhitungkan waktu jika terjadinya lelang berulang, prediksi waktu yang dibutuhkan tersebut menjadi dasar bagi PPK dalam menentukan waktu pelaksanaan kontrak, waktu pelaksanaan kontrak tahun tunggal waktunya tentu harus dibatasi sampai 31 desember, mengapa sampai tanggal tersebut, karena untuk waktu pelaksanan yang dapat melampaui tahun anggaran sudah ada solusinya yaitu dengan kontrak tahun tahun jamak.

Bagaimana jika paket pekerjaan yang akan dilelangkan waktu pelaksanaan yang sudah dihitung sampai tahun berikutnya?. Ketika dijumpai hal seperti ini PPK menyampaikan kepada pimpinannya, bahwa pekerjaan tersebut harus dikurangi volume pekerjaannya yang secara otomatis akan mengurangi nilai HPS, ketika nilai HPS berkurang tentu bangunan yang akan dikerjakan tidak tuntas dan tidak fungsional.

Ketika bangunan tidak tuntas dan tidak fungsional, tentu pekerjaan tersebut harus dilanjutkan dengan tahun berikutnya yaitu pekekerjaan tahap II, dalam kondisi seperti itu PPK harus cermat dalam mentukan item pekerjaan tahap I, sehingga untuk paket pekerjaan tahap II tahun berikutnya benar-benar pekerjaan lanjutan yang tidak menggu kepekerjaan tahap I, setiap pekerjaan konstruksi tentu ada yang bisa dilakukan secara bertahap.

Jika pekerjaan tidak bisa dilakukan secara bertahap, karena masing-masing item yang saling berkaitan satu sama lainnya,  maka tidak ada salahnya PPK memilih tahun Jamak, hal tersebut adalah untuk terlaksananya pekerjaan yang tepat mutu, waktu dan biaya, sehingga pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan dapat mengurangi persoalan pasca selesainya waktu pelaksanaan kontrak.

Sebagai PPK dituntut untuk benar-benar menghitung waktu pelaksanaan pekerjaan, sehingga persoalan diakhir tahun anggaran terhadap kontrak tahun tunggal tidak membuat pelaku  khususnya PPK bersama tim Pendukung tidak terjebak pada persoalan boleh atau tidaknya pekerjaan dilanjuttkan melebihi tahun anggaran yang saat ini mungkin masih berbedanya persepsi para pelaku Pengadaan Barang/Jasa.
     
2.     Sulitnya mendapatkan material
Untuk pekerjaaan tertentu terutama pekerjaan yang menyangkut dengan material yang didatangkan dari daerah lain, dalam pelaksanaan mobilisasinya terkadang tidak mudah untuk sampai ke lokasi pekerjaan, kendala-kendala non teknis seperti ini sewaktu waktu bisa dijumpai oleh pelaksanaan pekerjaan, jauhnya jarak material, komplitnya jenis angkutan, kurang bagusnya akses menuju lokasi dan lain-lain dapat memicu terlambatnya pekerjaan.

Terkait dengan kondisi ini PPK harus benar-benar memastikan kelancaran bagi akses mobilitas material, jika diperlukan PPK melaksanakan survey baik terhadap akses yang akan dilalui maupun tempat dimana lokasi material itu berada, hal ini sangat penting bagi PPK karena saat pelaksanaan terjadi persoalan terkait, PPK akan dimudahkan dalam mengambil keputusan.

3.     Pengaruh alam dilingkungan lokasi proyek

Pengaruh alam bisa menyebabkan terlambatnya waktu pelaksanaan kontrak, karena untuk kegiatan-kegiatan tertentu terutama pada pekerjaan yang berdekatan dengan aliran sungai yang dipenagruhi oleh banjir, biasanya akibat curah hujan yang tinggi mengakibatkan bisa terjadinya banjir pada lokasi dimana pekerjaan dilaksanakan, apalagi periode musim terutama musim hujan pada daerah-daerah terstentu saat ini sangat sulit untuk ditebak.

Oleh sebab itu ada baiknya kita mengetahui curah hujan pada tahun sebelumnya, dengan memintah data curah hujan kepada instransi atau badan terkait, data curah hujan tersebut dapat kita jadikan bahan refrensi untuk menjadwalkan waktu pelaksanaan, perkiraan-perkiraan tersebut sangat penting dalam membuat penjadwalan waktu pelaksanaan pekerjaan. Sehingga dalam perhitungan waktu pelaksanaan kontrak sudah kita masukkan dalam faktor keamanan jumlah waktu pelaksanaan.    

4.     Penyedia jasa menangani beberapa paket pekerjaan

Dalam pelaksanaan pekerjaan bisa saja terjadi hal demikian, karena kemampuan paket 1 badan usaha bisa melebihi atau beberapa paket pekerjaan dalam 1 (satu) tahun anggaran, ketika badan usaha mendapatkan beberapa paket pekerjaan tentu penyedia jasa tersebut didukung oleh peralatan, personil dan bahkan modal yang cukup, karena dalam pelaksanaan kontrak Penyedia jasa di tuntut untuk bekerja dulu baru dibayar.

Jika dalam pelaksanaan pekerjaan terkait  peralatan, personil dan modal kerja tidak di manej dengan baik, ketika penyedia jasa mendapatkan beberapa paket pekerjaan tentu hal tersebut harus menjadi perhatian utama, agar tidak munculnya persoalan non teknis yang seawaktu-waktu bisa mengganggu pencapaian progress fisik lapangan yang sudah direncanakan sejak awal.

Faktor-faktor  yang bisa menjadi penyebab terlambatnya pekerjaan lapangan,  perlu disiasati sejak awal oleh Penyedia jasa, Pejabat pembuat komitmen (PPK) dan direksi lainnya termasuk konsultan pengawas,  ketika terjadi persoalan yang akan menghambat pekerjaan lapangan tim pelaksana secara bersama-sama, sesegera mungkin mencari solusi atas persoalan tersebut, sebab kalau tidak segera terselesaikan akan memberi efek yang berantai yang pada akhirnya berpengaruh pada item pekerjaan berikutnya.

Ketika salah satu item pekerjaan terdapat kehilangan waktu atau pekerjaan masing-masing item melebihi waktu yang tersedia, maka bisa berpanguruh besar terhadap keberlangsungan kegiatan yang dilaksanakan, waktu pelaksanaan yang terus berjalan tentu setiap item pekerjaan perlu dilakukan evaluasi, jangan sampai item masing-masing pekerjaan melebihi waktu rencana yang telah dibuat, sebisa mungkin siap lebih awal dari waktu yang tersedia.   

Manfaat Besar Dalam Penambahan Waktu Melebihi Tahun Anggaran

Selesainya pekerjaan lapangan dengan baik merupakan salah satu harapan bagi semua pihak, karena pekerjaan yang dilaksanakan merupakan tuntutan dalam rangka melayani masyarakat akan ketersediaan prasarana umum, diamana prasarana umum tersebut merupakan salah satu untuk menperlancar aktifitas masyaraka,t yang pada akhirnya merupakan penunjang penting dalam peningkatan berbagai bidang kehidupan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dam lain-lain.

Prasarana yang dibangun untuk kepentingan masyarakat umum, jenis prasarana tersebut tentu mempunyai fungsi masing-masing, yang keberadaannya sangat diharapkan dan dapat member manfaat manfaat bagi kemajuan negeri ini, infrastruktur untuk kepentingan umum yang sangat berpengaruh tersebut adalah terkait bidang jasa konstruksi dan merupakan fasilitas umum seperti jalan, jembatan gedung-gedung pelayanan, drainase, irigasi dan bangunan sipil lainnya.

Jika dalam pelaksanaan pekerjaaannya mengalami kendala terutama akan ketersediaan waktu, seperti pekerjaan dilaksanakan dengan kontrak tahun tunggal, ketika pekerjaan berada pada tahun tunggal tentu ada batas rentang waktu pelaksanaan kontrak tersebut yaitu sampai 31 desember, bagaima jika pekerjaan tersebut tidak selesai sampai 31 desember? Tentu hal inilah akan menjadi dilema oleh pemelik pekerjaan terutama yang berkontrak.

Mengapa demikian? Pekerjaan yang tidak selesai dilaksanakan akan menciptakan timbulnya persoalan baru kalau tidak termenajemen dengan baik, terutama bagi penanggung jawab proyek tersebut, putus kontrak dan dilanjut pelaksanaan pekerjaan ketahun berikutnya, kedua keputusan tersebut bagi para pelaku terutama PPK mungkin sama beratnya, karena kedua hal tersebut akan dimengalami persoalan masing-masing yang sama rumitnya.

Jika Putus kontrak yang dilakukan oleh PPK, tentu akan merugikan baik masyarakat maupun penyedia dia jasa tersebut, sebab penyedia jasa bersangkutan tentu akan dimasukkan dalam daftar hitam, sehingga tidak akan bisa mengikuti lelang selama 2 (dua) tahun atau harus vakum dulu untuk menggeluti usaha pada pekerjaanya, karena itulah sanksi yang harus mereka terima terhadap kelalaian yang telah dilakukannya.

Azas manfaat biasanya selalu jadi pertimbangan untuk melanjutkan pekerjaan tahun berikutnya, dengan memberikan kesempatan berjangka, sehingga atas dasar itulah sebagian memberlakukan pemberian kesempatan untuk melanjutkan pekerjaan tersebut pada tahun berikutnya, pada Perppres no 54 tahun 2010 tentantang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terkait pemberian waktu melebihi tahun anggaran tidak diatur

Namun pada Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terkait pekerjaaan melebihi tahun anggaran sudah dibolehkan, namun penjelasan terhadap regulasi tersebut belum cukup jelas, karena belum adanya penjelasan-penjelasan lebih rinci untuk dapat dijadikan pedoman dan tertu perlu diuji lagi dengan aturan perundang-undangan yang ada diatasnya, terutama terkait tahun tunggal dan jamak pada Peraturan Pemerintah terkait penyelenggaraan jasa konstruksi dan tahun anggaran 1 januari – 31 desember pada Undang-undang perbendaharaan Negara.

Tahun tunggal dan tahun jamak merupakan pilihan dalam kontrak yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan jasa konstruksi dan tahun anggaran yang meliputi 1 januari – 31 desember merupakan amanat Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, kedua aturan terkai tentu sebagai isyarat kepada aturan dibawahnya, karena bahasa undang-undang dan peraturan pemerintah diatas sudah cocok dan sesuai yaitu tahun tunggal merupakan pelaksanaan pekerjaan selama 1 tahun anggaran yaitu 1 januari s/d 31 desember.

Azas manfaat dalam pekerjaan penyediaan prasarana atau infrastruktur perlu sekali dan harus dijadikan yang terdepan oleh para penyelenggara, namun ketika hal tersebut menjadi yang paling utama dan penting, tentu dalam pelaksanaannya harus benar-benar memberikan kenyamanan bagi semua pihak, sehingga setiap keputusan yang diambil harus melihat kanan, kiri, atas dan bawah, ruang dan peluang tidak tercipta sedikitpun untuk celah timbulnya persoalan bagi para penyelenggara.

Putus kontrak ataupun penambahan waktu dengan denda ke tahun berikutnya dalam penyelesaian pelaksnaan pekerjaan, tentu akan  memunculkan persoalan berbeda pada masing-masing keputusannya, tentu ada pula resiko masing-masing bagi para pelakunya, putus kontrak akan membuat penyedia jasa akan mengalami kerugian yang lebih besar karena harus membayar denda, kemudian ditambah lagi masuk dalam daftar hitam nasional dan sebaliknya jika tidak dilakukan putus kontrak akan membuat pengguna jasa disibukkan oleh berbagai pihak yang akan mempertanyakan sejauh mana para pelaku dalam mentaati peraturan perundang-undangan.   

Persoalan Yang Bisa Timbul Bagi Direksi Jika Melebihi Tahun Anggaran

Bagi para pelaku pengadaan barang/jasa terutama PPK penambahan waktu pekerjaan melebihi tahun anggaran, untuk kontrak tahun tunggal merupakan suatu hal yang berat jika hal tesebut benar-benar dilaksanakan atas nama kebijakkan, bukankah suatu kebijakan harus didasari dari perundang-undangan? menurut kami keputusan yang dibuat tanpa mematuhi perundang-undangan merupakan suatu keputusan yang tidak bijak.

Kebijakkan yang diambil seharusnya melihat pada berbagai aspek penting, yang sewaktu-waktu bisa saja timbul apalagi membayahakan para pelakuknya,  terutama kebijakkan yang tanpa disadari bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yang pada akhirnya para pelaku bisa berurusan dengan aparat hukum, jadi aspek yang menjadi pertimbangan tersebut tentu azas manfaat, sistem penganggaran, aspek pemanfaatkan waktu yang sudah dijalankan dan aspek peraturan perundang-undangan.

Ketika pekerjaan tidak selesai pada akhir tahun anggaran, sedangkan kontrak yang dipakai kontrak tahun tunggal, maka PPK harus berani dalam bersikap dan membicarakan dengan pimpinan, bahwa selaku PPK atau penandatangan kontrak tidak boleh mengambil sikap sendiri, namum sampaikanlah bahwa sikap yang diambil adalah berdasarkan peraturan perundangan-undangan dan ambillah kebijakkan terbaik, sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi semua pihak.

Pelaksanaan pekerjaan tahun tunggal yang belum selesai dilanjutkan pada tahun berikutnya dengan menerapkan denda, memang pada Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah dibolehkan, namun syarat-syarat dibolehkan tersebut belum belum begitu kuat untuk kita pedomani, karena sistem penganggarannyapun belum diatur dengan jelas, apakah dianggaran pada perubahan atau murni, untuk murni tahun berikutnya biasanya sulit, karena kesempatan waktu tentu harus dilaksanakan sampai 31 desember, sedangkan pembahasan anggaran rata-rata sebelum akhir desember sudah selesai, apalagi pengesahan anggaran yang sudah selesai pada bulan november.

Masih terkait anggaran, dimana persetujuan dari tim anggaran harus benar-benar jelas,  bahwa harus ada kepastian dianggarkan pada tahun berikutnya dan harus jelas hitam diatas putihnya, artinya PPK sebelum memberikan kesempatan waktu melebihi tahun anggaran, tentu harus memegang bukti-bukti tertulis baik dari tim anggaran eksekutif, maupun dari tim anggaran legislatif, ketika hal ini tidak dimiliki oleh PPK, maka tidak ada jaminan bagi PPK bahwa kegiatan tersebut akan terbayar tepat waktu.

Ketika anggaran belum ada kepastian, maka pekerjaan yang dilanjutkan tersebut bisa menciptakan persoalan terutama bagi PPK atau siapapun yang berkontrak, karena apabila pekerjaan sudah selesai, sudah pasti penyedia jasa akan meminta tagihan pembayaran terhadap sisa pekerjaan, jangankan tidak membayar terlambat membayar saja ada konsekwensi bagi pengguna jasa, oleh sebab itu pastikan benar-benar kondisi tersebut dapat member kenyamanan bagi semua pihak.

Selain masalah anggaran yang bisa menimbulkan persoalan bagi PPK (Pengguna Jasa), ketika kontrak tahun tunggal dilakukan penembahan waktu melebihi tahun anggaran, terkait dengan unsur pelaksana khususnya pengguna jasa, terkadang dan bahkan menjadi kebiasaan bagi daerah dalam melakukan mutasi jabatan dilakukan pada awal-awal tahun, jika hal itu terjadi pada pengelola kegiatan bersangkutan, tentu hal tesebut akan memerlukan administrasi tambahan yaitu addendum kontrak, sedangkan kegiatan dalam proses tambahan waktu dengan denda,  yang seharusnya diselesaikan dulu oleh pejabat sebelumnya.

Muncul pertanyaannya terkait pergantiaan PPK diawal tahun, kira-kira mungkinkah dibuat addendum kontrak untuk penggantiaan PPK pada saat waktu denda?  jawabannya kami serahkan kepada pembaca yang budiman, terkait hal pergantiannya PPK atau unsur lain selama masa pemberian kesempatan waktu dengan denda melebihi tahun anggaran, sepertinya bagi para pelaku khususnya pengguna jasa akan banyak mengalami persoalan mendalam yang jika tidak di manej dengan baik bisa berujung pada ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pekerjaan tahun tunggal yang dilaksanakan sampai melebihi tahun anggaran bagi Pengguna Jasa khususnya pelaku (PPK/KPA/PA), berbagai kemungkinan bisa saja timbul bagi pelaku seperti kondisi di atas, karena memberikan waktu dengan denda melebihi tahun anggaran harus betul-betul teradministrasi dengan baik, terutama apa alasan pemberian waktu tersebut, karena kelalaian atau karena hal lain, sehingga harus benar-benar diperhatikan perkembangan progress fisiknya dari bulan ke bulan.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh PPK/KPA/PA siapapun yang berkontrak yaitu terkait dengan item pekerjaan, apakah pekerjaan dalam kontrak waktu pelaksanaan yang direncanakan cukup untuk melaksanakan pekerjaan, jika kurang sebaiknya dikurangi anggarannya dan dijadikan bertahap, sebelum lelang harus ditinjau ketersediaan waktunya, sehingga diakhir masa pelaksanaan tidak membuka peluang bahwa pekerjaan tersebut melebihi tahun anggaran.

Kepada para penandatangan kontrak rajin-rajinlah melakukan tinjauan terhadap item pekerjaan sebelum lelang, karena sebagai manejer tertinggi dalam pelaksanaan kegiatan keputusan ada dipundak kalian, banyakpun tim pendukung yang kalian miliki mereka hanya membantu kalian dalam pengambilan keputusan dan atasan yang selalu bersama kalian hanya dapat sebagai penasehat dan pemberi masukkan dalam pengambilan keputusan tersebut, tanggung jawab kalian dimata hukum tidak akan berkurang sedikitpun sungguhpun ramai.

Jadi persolan yang sewaktu-waktu bisa saja timbul ketika kita memeberikan waktu dengan denda melebihi tahun anggaran, sebagai gambaran adalah beberapa hal diatas dapat sebagai pemicu disamping banyaknya persoalan-persoalan yang akan menjadikan PPP/KPA/PA harus bekerja dan berfikir exstra keras, karena tim audit akan mengarah pada hal tersebut, belum lagi para pemerhati pembangunan yang terkadang selalu mempertanyakan apa yang telah kita buat dan lakukan.

Singkronkan Peraturan Perundang-undangan

Dalam pengambilan keputusan selaku pelaku penting dalam Pengadaan Barang/Jasa pemerintah khususnya penandatangan kontrak harus rajin dalam membaca dan mencari referensi, terutama referensi terkait pekerjaan yang ditangani, peraturan perundang-undangan akan menjadi hal penting bagi penandatangan kontrak untuk mengambil keputusan tersebut, karena peraturan perundang-undangan akan memiliki hubungan terkait dengan apa yang kita lakukan.

Terkait dengan pekerjaan yang tidak selesai selama waktu kontrak dan jika ingin memberikan hak penyedia jasa, memberikan waktu untuk penyelesaian pekerjaan melebihi tahun anggaran yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, terutama yang membidangi jasa konstruksi sekurang-kurangnya ada 2 (dua) aturan diatas Peraturan Presiden yang perlu menjadi pertimbangan dan perlu disingkronkan yaitu Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 dan Undang-undang nomor 1 tahun 2004.

Peraturan pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi merupakan turunan dari Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dimana Undang-undang tersebut saat ini telah diganti dengan Undang-undang nomor 2 tahun 2017, sedangkan turunan Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi saat tulisan ini dibuat Peraturan Pemerintahnya belum keluar, namun dalam pelaksanaannya tentu masih mengacu pada Peraturan Pemerintah sebelumnya.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi pada pasal 20 ayat 3 huruf b dimana jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi terdiri dari tahun tunggal atau tahun jamak, dari hal tersebut tentu perlu dijadikan sebagai acuan dalam pengadaan barang jasa, artinya setiap kontrak ada pembatasan waktu dalam pelaksanaannya, jika kegiataan yang dilaksanakan tahun tunggal tentu akan berakhir pada 31 desember, karena kita menggunakan satu tahun anggaran dalam pelaksanaan kegiatannya.

Jika pekerjaan yang kita laksanakan melebihi tahun anggaran, baik pada kondisi tambahan dengan denda ataupun pada kondisi waktu pelaksanaan dalam kontrak yang memang sejak awal melebihi tahun anggaran, maka pekerjaan melebihi tahun anggaran tersebut menurut hemat kami sudah masuk pekerjaan dengan sistem kontrak tahun jamak, walaupun secara admistrasi kondisi tersebut tidak terpenuhi namun terkait waktu jelas sudah bisa digolongkan pada pekerjaan tahun jamak.     

Begitupun dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, ada juga pasal yang  harus disingkronkan dengan peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018, dimana pada Undang-undang Perbendaharaan Negara yang perlu dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan ketentuan melebihi tahun anggaran dimaksud,  pada pasal 11 yang menyatakan tahun anggaran meliputi masa 1 (satu) tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 desember.

Dari Undang-undang tersebut sangat jelas bahwa adanya pembatasan waktu pekerjaan untuk kontrak tahun tunggal, sehingga apa yang diamanatkan oleh Peratutran Presiden terkait pemberian waktu pekerjaan melebihi tahun anggaran tentu akan menjadi perdebatan bagi para pelaku Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, kondisi tersebut jika kita jalankan amanat Peraturan Presiden terkait hal berkenaan tentu akan menjadi persoalan, jika tim audit dan aparat hukum menguji dengan peraturan yang ada diatasnya, baik Peraturan Pemerintah maupun Undang-undang terkait.

Kedua peraturan perundangan-undangan terkait kontrak tahun tunggal dan jamak, maupun tahun anggaran, yang ada pada Peraturan Pemerintah dan Undang-undang secara hirarkhi sudah jelas berada diatas peraturan presiden yang menyatakan hal tersebut, sehingga peraturan lebih rendah akan dengan mudah diuji oleh peraturan yang ada diatasnya, dalam implementasinya tentu yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya.

Jadi kedua aturan tersebut kalau kita cermati dengan baik, maka akan memberikan keraguan bagi penanda tangan kontrak untuk melaksanakan pemberian kesempatan kepada Penyedia Jasa dalam melebihi tahun anggaran, sebab hal tersebut jelas-jelas sudah terang benderang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Undang-undang.

Kepada para penandatangan kontrak (PPK/KPA/PA) atau Penyedia jasa, dalam meminimalisir hal-hal yang berujung pada  terjadinya kondisi putus kontrak,  sebaiknya lakukan hal-hal sebagai berikut :

1.  PPK/KPA/PA Sebelum lelang saat pembuatan HPS/OE pastikan betul-betul item pekerjaan bisa terselesaikan dalam kontrak tahun tunggal, gunakan hak peninjauan kembali terhadap RUP jika berdasarkan time schedule akan melebihi tahun anggaran.
PPK/KPA/PA lakukan rapat awal (PCM) sebelum pelaksanaan pekerjaan, pastikan peratan material dan personil betul-betul dalam kondisi siap.
3.     PPK/KPA/PA biasakan mengevaluasi perkembangan pekerjaan dilapangan, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam sebulan.
4.    Penyedia Jasa jika ikut lelang, ketahui dan pahamilah lokasi yang anda minati sebelum melakukan penawaran, kapan perlu sebelum menawar survey lokasi yang diminati tersebut.
5. Penyedia Jasa jika ikut lelang, survey harga bahan/material yang akan digunakan sebelum melakukan penawaran.
6.      Komunikasikan setiap persoalan penting dalam pelaksanaan pekerjaan
7.      Fokus pada perjanjian yang telah dilakukan
8.      Rajin-rajinlah membaca peraturan perundang-undangan

Mohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan dalam penulisan artikel ini, saran dan masukkan terhadap kekurangannya selalu ditunggu oleh penulis.

Nafriandi

PACU JALUR TERINTEGRASI DAPAT MENJAGA BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN WISATA DAN MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

Oleh : Nafriandi Masing-masing daerah berusaha secara kontinyu untuk mempertahankan dan bahkan mencari potensi baru dibidang pariwisata, k...