Oleh
: Nafriandi
Budaya Pacu Jalur Tradisional di
Rantau Kuantan Indragiri dengan puncak kegiatan atau gelanggang utamanya berada
ditepian Narosa Telukkuantan kecamatan Kuantan Tengah kabupaten Kuantan
singingi provinsi Riau telah mendunia dan tentunya menjadi sejarah baru bagi
Kuantan singingi khususnya dan provinsi Riau umumnya, perjalanan panjang
festival budaya penuh makna di tahun 2025 menjadi tontonan Masyarakat secara Nasional
dan bahkan Internasional.
Viralnya Pacu jalur melalui anak
tarian togak luwan membuat mata dunia melirik dan ingin menyaksikan
langsung event Pacu jalur Rantau Kuantan Indragiri, hal itu dapat kita lihat
pada festival Pacu jalur tahun ini yang dilaksanakan dari tanggal 20 – 24
agustus lalu, tamu-tamu dari berbagai daerah dan negara lain berbaur dengan
Masyarakat untuk menyaksikan Pacu jalur yang sudah menjadi tradisi budaya turun
menurun, bahkan pada hari pertama dihadiri langsung oleh Wakil Presiden RI dan
2 (dua) Orang Menteri.
Budaya yang sudah mendunia ini, jika
terus dikemas dengan baik tentu akan terus menambah wisatawan yang akan berkunjung ke provinsi
Riau, terkhusus tempat dimana berlangsungnya Festival Budaya Tradisional
Pacu jalur, sudah selayaknya Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi dan
Provinsi Riau untuk menyiapkan destinasi wisata pendukung
bagi pengunjung, baik dalam wilayah Kuantan singingi, maupun di kabupaten/kota lain
dalam provinsi Riau, dengan demikian wisatawan akan lebih lama menikmati
liburan di bumi Melayu ini..
Pelaksanaan hilir Jalur saat
perlombaan umumnya dimulai pukul 14.00 WIB, maka ada kekosongan waktu lebih
dari setengah hari, yang jika tidak diisi dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat
lainnya, akan menimbulkan kejenuhan dan membosankan bagi wisatawan, apalagi biasanya
para petualang tidak akan menyia-nyiakan waktu sedetikpun untuk menikmati objek
yang dikunjunginya, salah satu potensi desa yang bisa dikembangkan dan tidak
jauh dari tepian Narosa adalah desa Koto Sentajo.
![]() |
Foto : Cagar budaya kenegerian Sentajo |
Desa Koto Sentajo dari dulu merupakan
Pusat adat istiadat kenegerian sentajo, wilayah dengan kontur sedikit berbukit
ini berjarak sekitar ± 6.00 KM dari Telukkuantan ibukota Kuantan singingi, Koto
sentajo sebelah Utara berbatasan dengan desa Teratak air hitam, sebelah
Selatan berbatasan dengan desa Pulau kopung sentajo,
sebelah Barat berbatasan dengan desa Muaro sentajo dan sebelah Timur
berbatasan dengan desa Kampung baru sentajo.
Foto : Salah satu sudut Desa Koto sentajo
Desa Koto sentajo selalu di
kunjungi wisatawan, terutama para pencinta budaya adat istiadat, Ketika musim Pacu
jalur biasanya mereka berkunjung pagi menjelang siang sebelum dimulainnya
perhelatan Pacu jalur tepian Narosa, pada Pacu jalur tahun ini, ada beberapa
wisatawan terpantau berada di Koto Sentajo, salah satunya Aisar Khalid konten
kreator asal negeri Jiran, setelah melihat cagar budaya rumah godang
agendanya diakhiri dengan melaksanakan sholat jum’at di mesjid Raudatul Jannah
diwilayah tersebut
Pagi menjelang siang tahun 2025
sembari menunggu perpacuan tepian Narosa ada juga yang datang wisatawan
berambut pirang ke desa wisata Koto sentajo, beberapa tahun belakangan
wisatawan dari Eropa selalu berkunjung ke desa wisata adat tersebut, mereka datang
dari berbagai Negara seperti dari Belanda, Jerman, Prancis dan berbagai negara Eropa
lainnya, memang tidak banyak yang datang ke wilayah desa adat tersebut, tapi
biasanya setiap tahun selalu ada wisatawan yang mengunjungi desa tersebut
terutama para pencinta budaya.
Berbagai potensi desa wisata adat
Koto sentajo yang memungkinkan dan menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan antara lain :
1. Mesjid Usang
Mesjid
Usang begitu sebutan Masyarakat setempat, merupakan mesjid tertua di Sentajo
bahkan mungkin termasuk salah satu mesjid tertua di kabupaten Kuantan singingi,
mesjid Mesjid usang atau Raudatul Jannah sudah berumur ratusan tahun, dulunya
merupakan mesjid kenegerian Sentajo, dimana kenegerian Sentajo sebelum menjadi
kecamatan Sentajo raya terdiri dari 5 (lima) desa.
![]() |
Foto : Mesjid Usang atau mesjid Raudhatul Jannah |
Mesjid
berukuran 13.48 x 13.40 CM dibangun tahun 1838 (Menurut Mungkin blog), dengan
dinding setabal ± 31 Cm, konon kabarnya atap pertamanya di bawak dari Kelang
Malaysia, tiang penyangga dalam ruang mesjid terdiri dari 17 (tujuh belas)
buah, terdiri dari 1 tiang utama (tiang mocu) Ø 60 Cm, 4 tiang pendamping Ø 46
Cm dan 12 Tiang pendamping Ø 26 Cm, tiang-tiang mesjid tersebut berbentuk segi
delapan (oktagonal)
Tiang sebanyak 17 (tujuh belas) dalam ruang utama mesjid melambangkan kekuatan berdirinya negeri dengan adat istiadatnya, dimana 1 (satu) tiang utama atau tiang mocu melambangkan seorang pemimpin yang dikelilingi 16 (enam belas) tiang pendamping, enambelas tiang tersebut melambangkan orang 16 (enam belas) dalam adat istiadat kenegerian Sentajo yang terdiri dari empat Pengulu, empat Menti, empat Dubalang dan empat Khotik, dengan 4 (empat) suku yaitu Caniago, Piliang, Malayu dan Patopang
2. Rumah Godang
Kenegerian
sentajo dengan adat istiadatnya bernaung 4 (empat) suku dalam peradabannya,
suku-suku tersebut yaitu Caniago, Paliang, Melayu dan Patopang,
masing-masing suku mempunyai Rumah godang, jumlah rumah godang setiap
suku tidak sama, suku Caniago memiliki lima rumah godang, Paliang duabelas,
Malayu enam dan Patopang lima rumah godang, total jumlah
rumah godang di Cagar budaya kenegerian Sentajo desa Koto sentajo sebanyak 28 (dua puluh delapan).
Foto : Beberapa Rumah Godang Setelah Revitalisasi 6 (enam) unit 2016
Rumah godang kenegerian Sentajo yang masih berdiri saat ini sebanyak 24 (dua puluh empat), rumah-rumah tersebut masih terawat dan sebagaian mungkin perlu dilakukan rehab untuk rusak berat, pemeliharaan rutin untuk rusak ringan dan ada juga yang sedang membangun kembali, tahun 2016 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan bantuan untuk perbaikan Rumah Godang kenegerian Sentajo dan dilakukan revitalisaasi untuk 6 (enam) unit rumah godang sampai saat masih berdiri kokoh.
Rumah godang kenegerian Sentajo yang berada di Cagar budaya Koto sentajo kecamatan Sentajo raya kabupaten Kuantang Singingi provinsi Riau merupakan rumah adat melayu dengan atap lipat kajang yang masih eksis dibumi melayu propinsi Riau khususnnya dan bahkan di Asia tenggara umumnya, rumah melayu atap lipat kajang artinya kelok Sungai yang tajam atau kajang perahu merupakan salah satu dari beberapa bentuk rumah tradisional melayu di Riau.
3. Hutan Lindung
Rimbo
larangan atau
rimbo simpanan yang lebih populer disebut hutan lindung masih ada dan terjaga
di kenegerian Sentajo, hutan lindung yang terletak antara desa Koto sentajo dan
desa Kampung baru sentajo saat ini luas yang ada menurut Bahmada sekitar
± 355 Ha, hutan ini menyimpan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan tentunya
merupakan tempat bernaungnya berbagai makluk hidup didalamnya.
![]() |
Foto : Hutan Lindung Titian tore |
Rimbo
kayu gading dan Rimbo
titian tore salah satu hutan lindung yang masih terjaga dari beberapa rimbo
larangan atau rimbo simpanan yang ada di Rantau kuantan, jumlah Rimbo larangan
atau rimbo simpanan dalam buku Limbago Adat Nagori Sentajo yang ditulis
oleh Dt. H. Asbar (Menti suku malayu) sebanyak 25 (dua puluh lima)
lokasi, yang ditetapkan berdasarkan
ketetapan residen Riau Nomor 82/KPTS tanggal 20 Maret 1919 tentang Peraturan
Rimba/Hutan Ulayat, perladangan, padang pengembalaan ternak diserahkan kepada
Pemangku Adat.
Potensi-potensi yang ada didesa
Koto sentajo ini jika diintegrasikan dengan Pacu jalur tepian Narosa dan
dikemas dengan baik, akan dapat menambah tujuan wisata khusunya wisata budaya
dan wisata alam, destiwisata ini akan dapat mengisi kekosongan waktu para
wisatawan yang datang dalam menyaksikan Pacu jalur Telukkuantan, apalagi jarak
desa Koto sentajo tidak terlalu jauh dari kota Telukkuantan.
Lebel desa wisata sebenarnya sudah
melekat pada desa Koto sentajo, kerana cagar budaya kenegerian
Sentajo dengan adat istiadat yang masih eksis dan terus berjalan sebagaimana
mestinya serta masih berdiri kokohnya 24 (dua puluh empat) unit Rumah
godang diwilayah tersebut, pada tahun 2020 desa Koto sentajo masuk dalam 20
(dua puluh) desa wisata terbaik dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
kreatif
Ketika pembukaan Pacu Jalur
Tradisional Tepian Narosa 20 Agustus 2025 yang lalu, sebenarnya momen yang
sangat bagus untuk mempromosikan desa Koto Sentajo, kerena pada saat pembukaan
selain Wakil Presiden RI dan Menteri Pariwisata hadir Juga Menteri
yang membidangi kebudayaan, perlu diketahui pada tahun 2016 Kementerian
Kebudayaan (saat itu masih satu Kementerian dengan Pendidikan) menyalurkan
anggaran untuk Revitalisasi Rumah godang dilokasi cagar budaya
Kenegerian Sentajo tersebut.
Pacu Jalur Tradisional Kharisma
Event Nusantara (Ken) 2025, pada hari pembukaan baru kali ini Wakil
Presiden, 2 Orang Menteri dan beberapa Perwakilan Kedubes Negara lain hadir di
arena Tepian Narosa untuk menyaksiksan Pacu Jalur, kalau di lihat 5 tahun kebelakang,
tahun 2024 Pacu jalur dibuka oleh Gubernur Riau, tahun 2023 oleh Gubernur Riau,
tahun 2022 oleh Menteri Pariwisata dan ekonomi kreatif, tahun 2019 oleh Menteri
Pariwisata dan tahun 2018 Pacu jalur tepian Narosa buka dan dihadiri oleh
Gubernur Riau.
Melihat kondisi diatas, seluruh
panitia tentu bekerja lebih ekstra dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan kesibukan
mereka sudah berlangsung sejak beberapa bulan sebelum pelaksanaan perhelatan di
tepian Narosa, mungkin kerena hal tersebutlah mereka lupa untuk memasukkan potensi-potensi
tujuan wisata dalam agenda tahunan tersebut, adanya destinasi wisata penunjang
yang tidak jauh dari tepian Narosa, akan dapat mengisi kekosongan waktu para
wisatawan sembari menunggu dimulainya Pacu jalur pada Pukul 14.00 WIB
Harapan kedepan salah satu dari beberapa potensi dikabupaten Kuantan singingi yang perlu diintegrasikan dengan Pacu Jalur tepian Narosa adalah Desa Koto Sentajo dengan berbagai potensi yang ada diwilayahnya, kita berharap menjelang Pacu jalur tradisional tahun berikutnya, beberapa tujuan wisata sebagai pendukung Pacu jalur tepian Narosa sudah selayaknya untuk disiapkan baik sarana maupun prasarananya.
Salam Takzim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar