“ Kontrak Kerja Konstruksi Merupakan Amanat dari Undang-undang No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, dimana hal tersebut tertuang dalam Pasal 46, 47, 48, 49, 50
dan 51.”
Bentuk kontrak bisa
saja berbeda-beda pada masing-masing instansi atau daerah, namun isi dari kontrak
khususnya konstruksi harus terpenuhi sesuai amanat Undang-undang nomor 2 tahun
2017 tentang Jasa Kontruksi, ketika dalam klausul kontrak tidak diperjanjikan ketentuan-ketentuan
yang menjadi syarat minimal, tentu keberadaanya perlu dipertanyakan, karena
kontrak kerja konstruksi memiliki aturan yang sangat jelas untuk
diimplementasikan.
Kontrak kerja
Konstruksi dalam peraturan perundang-undangan memiliki ketentuan-ketentuan
wajib dan ketentuan-ketentuan tambahan, ketentuan-ketentuan wajib merupakan hal
yang mengikat dan harus tertuang dalam klausul kontrak, sedangkan ketentuan-ketentuan
tambahan boleh dimasukkan, tergantung pada perlu atau tidaknya klausul dalam
suatu pekerjaan yang akan dilaksanakan artinya ketentuan-ketentuan tambahan tergantung
pada kondisi pekerjaan yang ada.
Terpisahnya surat
perjanjian dan pokok-pokok perjanjian, membuat kontrak saat ini memungkinkan
tidak terpenuihinya amanat Undang-undang Jasa Konstruksi, sebab para Pengguna
Jasa saat ini lebih terfokus pada surat perjanjian semata, sedangkan hal
substansi lainnya yang seharusnya dituangkan dalam pokok-pokok perjanjian jadi
terlupakan, sehingga isi minimal kontrak konstruksi tidak terpenuihi dengan
baik.
Terkait dengan surat
perjanjian atau kontrak diatur dan dijelaskan dalam peraturan
perundang-undangan baik dalam Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang,
yang tentunya peraturan tersebut secara hirarkhi tidak boleh bertentangan
dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi, ketika peraturan dibawahnya
bertentangan dengan peraturan diatasnya, maka sebaiknya kembali keperaturan
yang lebih tinggi.
Khusus pekerjaan
konstruksi dalam penyusunan kontrak, tentu akan mengacu lebih dulu pada
undang-undang Jasa Konstruksi, segala hal yang belum diatur dalam Undang-undang
pasti diatur dan dijelaskan oleh
peraturan dibawahnya yaitu Peraturan Pemerintah, begitu selanjutnya keperaturan
dibawahnya, termasuk pentunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, yang tentunya
tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Acuan utama kontrak
kerja konstruksi adalah Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi,
sementara turunan dari Undang-undang tersebut yaitu Peraturan Pemerintah belum
keluar dan diundangkan, bagaimana menyikapi kondisi tesebut? Tentu tidak akan
menjadi penghalang dalam keberlangsungan jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah
yang menjadi turunan Undang-undang sebelumnya (Undang-undang nomor 18 Tahun
1999) yang tidak bertentangan dengan Undang-undang yang baru terntu dapat
digunakan sebagai Pedoman dalam penyusunan kontrak.
Sesuai dengan amanat
undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi, pada pasal 47
dijelaskan, bahwa ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja Konstruksi yang harus
dituangkan dalam perjanjian paling sedikit mencakup uraian mengenai :
1.
Para Pihak
Para pihak yang berkontrak diuraikan
secara jelas nama dan alamat masing-masing pihak yaitu wakil Pengguna jasa dan wakil
Penyedia Jasa, yang bertindak untuk atas nama penyedia jasa sesuai dengan yang
ada pada akte pendirian perusahaan atau perubahan (jika ada), sedangkan dari
Pengguna jasa adalah wakil yang telah ditunjuk untuk melaksanakan perikatan
hukum dengan Penyedia Jasa.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi
dasar dari pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan berupa ketentuan-ketentuan,
peraturan perundang-undangan, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dimuat dan
disampaikan secara berurutan disusun sesuai hirarkhi, kemudian latar belakang
sebelum terjadinya kontrak disampaikan seperti maksud dari pembangunan yang
akan dikerjakan, proses maupun hasil
tender dan pernyataan kesanggupan melaksanakan pekerjaan oleh pemenang
tender.
Selain itu kedua belah pihak harus
bersepakat untuk menyetujui hal-hal penting lainnya seperti jenis kontrak yang
akan digunakan, nilai kontrak termasuk pajak penambahan nilai (PPN) dan pajak
lainnya, dokumen-dokumen yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Kontrak.
Dokumen-dokumen yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak adalah sebagai berikut
:
a. Addendum
surat perjanjian (Bila ada)
b. Pokok-pokok
perjanjian
c. Surat
penawaran berikut daftar kuantitas dan harga
d. Syarat-syarat
khusus kontrak
e. Syarat-syarat
umum kontrak
f. Spesifikasi
g. Gambar-gambar
h. Dokumen
lainnya.
2.
Rumusan Pekerjaan
Rumusan pekerjaan merupakan lingkup
pekerjaan yang diperjanjikan, dimana hal tersebut berupa nama paket pekerjaan
dengan mencantumkan nama program kegiatan, dalam rumusan tersebut juga buat
volume yang akan di kerjakan dalam bentuk unit, buah atau panjang, dalam
rumusan ini juga dijelaskan secara singkat proses pekerjaan mulai dari
mempersiapkan lapangan sampai dilakukannya serah terima pekerjaan.
3.
Masa Pertanggungan
Masa pertanggungan memuat tentang jangka
waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia jasa,
selama masa pelaksanaan adanya jaminan pertanggungan kesiapan pekerjaan dan
pada saat masa pemeliharaan adanya jaminan perbaikan terhadap kerusakan oleh
Penyedia jasa, kedua masa tersebut diakhiri dengan serah terima pekerjaan,
serah terima pertama (PHO) untuk akhir masa pelaksanaan dan serah terima akhir
(FHO) untuk selesainnya masa pemeliharaan.
4.
Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban terhadap paket
pekerjaan yang akan dilaksanakan bagian dari klausul yang diperjanjikan, untuk
Penyedia jasa secara umum haknya berupa menerima pembayaran dan kewajibannya
adalah menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya, selain
itu penyedia jasa harus menyiapkan seluruh administrasi pekerjaan sebagai
pertanggungjawaban dari pekerjaannya.
Untuk Pengguna jasa haknya secara umum adalah
menerima hasil pekerjaan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya, dengan
memeriksa seluruh administrasi proyek yang disampaikan oleh Penyedia jasa,
sedangkan kewajiban dari Pengguna jasa adalah membayar hasil pekerjaan tepat
waktu, keterlambatan pembayaran dalam kontrak konstruksi akan menjadi cidera
janji bagi Pengguna jasa, oleh sebab itu dalam kontrak konstruksi paling lambat
sebelum penandatanganan kontrak terkait dana yang dialokasikan untuk pekerjaan
tersebut harus sudah tersedia.
Oleh sebab itu sebelum kontrak
ditandatangani Pengguna jasa diminta untuk menunjukkan surat kemampuan membayar
kepada Penyedia jasa, dimana surat kemampuan membayar tersebut dibuktikan dengan
dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank dan dokumen
ketersediaan anggaran, terkait dengan pembiayaan Jasa konstruksi untuk lebih
jelas bisa dilihat dan dibaca pada pasal 55 dan 56 Undang-undang jasa
konstruksi.
5.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja konstruksi diklasifikasikan
berdasarkan bidang keilmuan yang terkait jasa konstruksi, dimana yang tergolong
tenaga kerja konstruksi adalah operator, teknisi atau analis dan ahli, pengaturan
tenaga kerja dalam kontrak harus disampaikan dengan jelas, baik dari segi
jumlah dan sesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya, tenaga kerja yang
dituangkan adalah tenaga ahli dan tenaga terampil.
Persyaratan tenaga ahli dan terampil
pengaturannya terhadap persyaratan klasifikasi dan kualifikasinya, kemudian
prosedur penerimaan dan pemberhentian tenaga yang diperkerjakan tersebut harus
sesuai dengan prosedur yang berlaku dan selanjutnya jumlah tenaga ahli yang
digunakan pada pekerjaan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan jenis
pekerjaan bersangkutan.
6.
Cara Pembayaran
Cara pembayaran dalam kontrak kerja
konstruksi harus dipilih salah satu dari 3 (tiga) cara pembayaran umumnya yaitu
sertifikat bulanan, termyn, dan
sekaligus, dalam kontrak kerja cara pembayaran harus jelas, pilihlah cara
pembayaran yang memberikan kenyamanan dan yang paling mudah, sehingga proses
pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan cara pembayaran yang
dipilih dapat memberikan kelancaran bagi keberlangsungan pelaksanaan pekerjaan
tersebut.
Kemudian selain proses pembayaran
terhadap tagihan kemajuan pekerjaan, uang muka dalam kontrak konstruksi harus
tegas diberikan atau tidak, jangan menggunakan bahasa yang bermakna ganda,
karena dalam peraturan perundang-undangan uang muka tersebut dapat diberikan,
maka silakan gunakan bahasa diberikan atau tidak diberikan, ketika bahasa
tersebut diberikan, namun penyedia jasa tidak mengambil uang muka maka hal
tersebut tidak akan menjadi perseoalan.
7.
Wanprestasi
Wanprestasi memuat ketentuan mengenai
cidera janji, dimana cidera janji bisa dilakukan oleh Penyedia Jasa dan bisa
juga dilakukan oleh Pengguna jasa, dimana cidera janji tersebut bisa berakibat
pada putus kontrak sepihak, putus kontrak sepihak dapat dilakukan oleh kedua
belah pihak yang melakukan perikatan hukum, tergantung pihak mana yang
melakukan cidera janji tersebut.
Cidera janji yang dilakukan oleh
Penyedia jasa dalam pelaksanaan Kontrak kerja konstruksi adalah tidak
menyelesaikan pekerjaan, tidak memenuhi mutu, tidak memenuhi kuantitas dan
tidak menyerahkan hasil pekerjaan, sedangkan cidera janji yang dilakukan oleh Pengguna
jasa adalah terlambat membayar, tidak membayar dan terlambat menyerahkan sarana
pelaksanaan pekerjaan.
Wanprestasi atau cidera janji dapat berakibat pada pemutusan kontrak
sepihak, baik oleh Pengguna jasa maupun oleh Penyedia Jasa, Pemutusan kontrak
sepihak oleh Penyedia jasa memang tidak lazim terdengar, namun dalam setiap
perjanjian pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak yang
melakukan perikatan hukum, hal ini biasanya terjadi apabila tidak terpenuhinya
hak dan kewajiban salah satu pihak pada masa pelaksanaan dan masa pemeliharaan pekerjaan.
8.
Penyelesaian Perselisihan
Penyelesaian perselisihan adalah terhadap
para unsur-unsur pelaku pelaksanaan pekerjaan, selain itu juga terhadap
unsur-unsur pelaku dengan pihak lain yang sewaktu-waktu muncul dilapangan, oleh
sebab itu untuk menyelesaikan persolan baik teknis maupun non teknis, maka
dalam rangka penyelesaian terhadap persoalan yang timbul diatur dengan jelas
pada perjanjian.
9.
Pemutusan Kontrak
Pemutusan kontrak dapat dilakukan
apabila tidak terpenuhinya hak dan kewajiban salah satu pihak, dimana salah
satu pihak dalam pelaksanaan pekerjaan melakukan wanprestasi/cidera janji,
terkait pemutusan kontrak tersebut harus diatur ketentuan-ketentuannya, seperti
kapan harus dilakukan pemutusan kontrak dan langkah-langkah apa yang harus
dilalui sehingga kontrak tersebut dapat diputus.
Pasca kontrak tersebut dilakukan
pemutusan proses apa yang dilakukan, kalau pemutusan kontrak dilakukan oleh
Pengguna jasa tentu langkah-langkah selanjutnya adalah menunjuk penyedia jasa
lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, menunjuk penyedia jasa lain harus
melihat ketersediaan waktu pelaksanaan, terhadap pemutusan kontrak yang
dilakukan oleh Pengguna jasa. Maka Pengguna jasa membayar sesuai prestasi yang
ada dan sanksi disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10. Keadaan
Memaksa
Keadaan memaksa atau force majeure adalah peristiwa-peristiwa
yang terjadi diluar kemampuannya manusia, seperti bencana alam, perperangan, hura-hura,
pemogokkan, pemberontakan, curah hujan yang tinggi dan lain sebagainya, yang
mengakibatkan terganggunya proses pelaksanaan pekerjaan dan bahkan sampai harus
menghentikan pekerjaan dalam rentang waktu yang tertentu.
Ketika terjadi keaadaan memaksa
tersebut, maka kondisi ini dapat dilakukan penghentian kontrak, dalam hal
penghentian kontrak Penyedia jasa terlepas dari sanksi, penghentian kontrak
dilakukan dengan kesepakan tertulis kedua belah pihak, sedangkan terhadap
prestasi pekerjaan sebelum bencana dilakukan pembayaran sesuai dengan kemajuan
pekerjaan yang telah dilakukan oleh Penyedia jasa.
Terhadap curah hujan yang tinggi yang
mengakibatkan terjadi banjir dapat dilakukan penghentian kontrak sementara,
dimana jika waktu tahun anggaran masih tersedia lakukan kembali penerbitan
surat perintah mulai kerja (SPMK) dengan memotong waktu kontrak akibat banjir, dalam
kondisi ini hanya waktu serah terima saja yang bergeser dari rencana awal atau
jika durasi waktu banjir terjadi tidak dikurangi dapat dilakukan dengan addendum
perpanjangan waktu.
11. Kegagalan
Bangunan
Kegagalan bangunan adalah keadaan
bangunan yang tidak berfungsi sebagian atau seluruhnya dari segi teknis,
manfaat, keselamatan, kesehatan kerja atau keselamatan umum akibat kesalahan Penguna
Jasa dan atau Penyedia Jasa setelah serah terima terkhir pekerjaan, kegagalan
bangunan dinilai dan ditetapkan oleh penilai ahli yang profesional dan
kompeten.
Kegagalan bangunan bisa saja terjadi dalam
konstruksi, sehingga dalam kontrak kerja perlu dibuat jangka waktu
pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan tersebut, dimana masa tanggungjawab
terhadap kegagalan bangunan maksimal 10 tahun, pertanggungjawaban terhadap
kegagalan bangunan tersebut harus disepakati dengan jelas dan tegas dalam
kontrak kerja konstruksi.
12. Perlindungan
Pekerja
Perlindungan pekerja adalah untuk
melindungi tenaga kerja yang digunakan oleh Penyedia jasa, dimana perlindungan
tersebut terhadap keamanan, keselamatan dan kesehatan tempat kerja konstruksi, hal
tersebut harus diatur dengan jelas dalam kontrak kerja tersebut, sehingga semua
pekerja yang ada pada lingkup kerja yang diperjanjikan mendapat kenyamanan
dalam beraktifitas selama proses pekerjaan berlangsung.
13. Perlindungan
Terhadap Pihak Ketiga
Perlindungan terhadap pihak ketiga
adalah perlindungan terhadap masyarakat yang ada disekitar lokasi dan lingkup
akses menuju lokasi pekerjaan, dimana potensi gangguan yang timbul akibat
pelaksanaan pekerjaan terhadap masyarakat setempat, harus menjadi perhatian
bersama yang dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi, jika gangguan sampai
menyebabkan kerugian pihak ketiga, terhadap berbagai kejadian yang menyebabkan
kerugian pada pihak ketiga harus ada jaminan penyelesaiannya.
14. Aspek
Lingkungan
Para pelaku pelaksanaan pekerjaan harus
menjaga kelestarian dan keutuhan lingkungan, terutama terhadap kerusakan
lingkungan akibat pelaksanaan kegiatan berlangsung, baik kerusakan disekitar
lokasi maupun pada akses-akses yang digunakan untuk mobilisasi menuju lokasi pekerjaan,
perbaikan terhadap kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab yang berkontrak, perbaikan
kerusakan lingkungan akibat pelaksanaan kontrak tidak boleh dianggarkan dalam
kontrak.
15. Jaminan
dan Resiko
Jaminan dan resiko merupakan tanggung
jawab yang harus diselesaikan oleh yang berkontrak, dimana berbagai resiko bisa
saja timbul seperti pekerjaan penyedia rusak sebelum diserahkan kepada Pengguna
anggaran, maka penyedia bertanggungjawab terhadap segala kerugian yang timbul,
kerusakan yang timbul oleh cacat-cacat tersembunyi dalam pelaksanaan
strukturnya menjadi tanggung jawab Penyedia jasa selama umur rencana.
Segala persoalan dan segala tuntutan
para tenaga kerja menjadi bagian dan tanggung jawab penyedia sepenuhnya dan
Pengguna jasa bebas dari segala tuntutan para tenaga kerja berkenaan, oleh
sebab itu terhadap segala resiko yang timbul harus ada jaminan untuk dapat
diselesaikan, sehingga saat pelaksanaan pekerjaan dan pasca selesainya
pekerjaan tersebut tidak menimbulkan persoalan apapun.
16. Penyelesaian
Sengketa
Penyelesaian sengketa konstrksi adalah
terhadap klaim salah satu pihak yang timbul dalam pelaksanaan maupun pasca
selesainya pekerjaan, baik klaim berupa waktu, biaya dan kompensasi, klaim
bukanlah suatu tuntutan atau gugatan, klaim dapat menjadi tuntutan/gugatan
apabila tidak terpenuhi atau dilayani, cara pengajuan klaim bermacam-macam
mulai dari secara lisan, sampai disusun secara lengkap dan tertulis.
Penyelesaian klaim dapat dilakukan di pengadilan
atau diluar pengadilan, diluar pengadilan melalui arbitrase atau dengan cara
musyawarah, namun sesungguhnya para pihak lebih suka penyelesaian secara damai
dalam musyawarah, karena penyelesaian melalui pengadilan memakan waktu lama,
biaya, terbuka untuk umum dan menderita, dalam pekerjaan konstruksi klaim dapat
juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak.
Selain ketentuan-ketentuan
wajib yang hrus dimuat dalam kontrak kerja konstruksi, ketentuan-ketentuan lain dapat dimuat sebagai kalusul tambahan
yang sebaiknya disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pekerjaan lapangan antara
lain :
1.
Insentif
Insentif adalah kompensasi khusus yang
diberikan perusahaan kepada karyawannya, dimana pemberian insentif kepada
pekerja akan meningkatkan performa kerja mereka, oleh sebab itu pemberian
insentif dapat diatur dalam kontrak kerja konstruksi, terutama bagi penyedia
jasa yang mempekerjakan karyawannya diluar waktu kerja normal, yang biasanya
pekerjaan lembur yang dilakukan oleh
para karyawannya.
2.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
memuat pemenuhan kewajiban terhadap hak cipta hasil perencanaan yang telah
dimiliki oleh pemegang hak cipta dan hak paten, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, pengaturan kepemilikkan hasil perencanaan
sesuai dengan kesepakatan, sehingga hak cipta tersebut dapat dicantumkan dalam
klausul perjanjian.
3.
Sub Penyedia Jasa
Terhadap sub penyedia jasa dan pemasok,
diatur tata cara, fungsi dan peranannya, kemudian juga tanggung jawab Penyedia
jasa dan juga diatur hak intervensi pengguna jasa dalam hal pembayaran dan
penampilan mutu pekerjaan/bahan, sehingga kontrak kerja konstruksi yang
menggunakan sub penyedia jasa memimiliki kewajiban yang sama dalam pemenuhan
mutu pekerjaan
4.
Alih teknologi
Alih teknologi merupakan pekerjaan yang
terkait dengan pekerjaan yang dilakukan terutama dengan Pihak Asing, alih
teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, alih teknologi sendiri adalah untuk mengejar
ketertinggalan dari negara maju lainnya, karena inovasi teknologi dianggap salah
satu penentu kemajuan suatu bangsa.
.
Kontrak kerja konstruksi memmiliki ketentuan-ketentuan
wajib yang harus dituangkan dalam perjanjian dan juga ada ketentuan-ketentuan
tambahan, dimana jika ketentuan-ketentuan wajib tersebut salah satunya tidak ada
dalam klausul kontrak, tentu perlu dipertanyakan keabsahan kontrak tersebut,
kalau menurut pendapat kami kontrak tersebut tidak syah, jika pendapat tersebut
kurang atau tidak tepat tolong diluruskan, ketentuan-ketentuan wajib tersebut
terdiri dari 16 (enam belas) poin penting seperti atas.
Ketentuan-ketentuan wajib dalam kontrak kerja
konstruksi pada saat ini biasa dimuat langsung pada surat perjanjian atau
terpisah, jika terpisah maka ketentuan-ketentuan wajib yang belum terpenuhi
pada surat perjanjian bisa dimuat dalam pokok-pokok perjanjian, ketika surat
perjanjian sudah memuat semua ketentuan-ketentuan wajib tersebut, maka
pokok-pokok perjanjian mungkin tidak diperlu lagi untuk dibuat.
Untuk efisiensi surat perjanjian dan pokok-pokok
penjanjian ada baiknya digabung saja, sehingga memudahkan dalam hal
administrasi, sebab kalau surat perjanjian dan pokok-pokok perjanjian dipisah
tentu administrasinya akan bertambah, memang dalam ketentuan diperbolehkan
untuk dipisah, tapi akibat pemisahan tersebut terkadang banyak yang lupa
membuat pokok-pokok perjanjian tersebut, ketika ditanya mana klausul lain yang
diwajibkan? terkadang dengen enteng dijawab ada pada syarat-syarat umum
kontrak, padahal syarat-syarat umum kontrak belum dapat dikatakan perjanjian,
karena baru sebagai acuan yang didalamnya masih bermakna ganda dan belum tegas.
Kenapa dikatakan makna bahasanya belum tegas? Karena
dalam syarat-syarat umum kontrak masih terdapat pilihan yang salah satunya harus
kita tegaskan dalam kontrak kerja konstruksi, seperti uang muka dapat diberikan
kepada penyedia jasa, hal inilah yang harus kita tegaskan diberikan atau tidaknya
uang muka tersebut, hal lain penggunaan sistem pencairan tagihan di
syarat-syarat umum kontrak biasanya terdapat 3 (tiga) sistem yaitu sertifikat
bulanan, termyn, atau sekaligus, maka
dalam perjanjian dipilih salah satu diantaranya.
Jadi terkait dengan kontrak kerja konstruksi
tersebut dalam Undang-undang Jasa konstruksi, telah diamanatkan dengan jelas
kepada kita, terdapat 16 (enam belas) ketentuan yang menyebabkan syahnya
kontrak kerja konstruksi dan terhadap jumlah pasal dalam kontrak kerja
konstruksi bisa sama dengan jumlah ketentuan dan bisa lebih, karena bisa saja
dalam 1 (satu) ketentuan terdapat beberapa pasal, sehingga jumlah pasal dalam
kontrak kerja konstruksi bisa lebih banyak dari jumlah ketentuan-ketentuan yang
diwajibkan.
Untuk para insan konstruksi ada baiknya cermatilah
kontrak kerja konstruksi yang telah dibuat apakah sudah terpenuhi atau belum
amanat undang-undang jasa konstruksi tersebut, walaupun kebebasan dalam
berkontrak tidak ada larangan, namun kita tetap mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, jika dilakukan pemisahan surat perjanjian
dengan pokok-pokok perjanjian, pastikan tidak ada pengulangan bahasa pada
pokok-pokok perjanjian, digabungnya surat perjanjian dengan pokok-pokok
perjanjian akan memudahkan terhadap kelengkapan administrasi.
Umumnya saat ini surat perjanjian atau kontrak tersebut
lebih ringkas, sungguhpun demikian bentuknya, yang terpenting isi dari kontrak
tersebut dapat terpenuhi dan pastikan yang belum terpenuhi dalam surat
perjanjian dapat diakomodir dalam pokok-pokok perjanjian, sebaiknya segala
ketentun-ketentuan terkait kontrak kerja konstruksi yang diamanatkan
undang-undang Jasa konstruksi dapat kita implementasikan dengan baik.
Beberapa tip Berkontrak dari Gilbreath :
1.
Hindari kata-kata muluk
2.
Istilah yang dipakai harus konsisten
3.
Hindari pengulangan kata
4.
Gunakan setiap dokumen pada tempatnya
5.
Gunakan standar yang masih berlaku
6.
Antisipasi salah pengertian
7.
Semua yang diinginkan masukkan dan
sebutkan dalam kontrak
8.
Hati-hati menggunakan bahasa sehari-hari
yang mungkin berbeda dengan bahasa kontrak.
Jika
terdapat kekurang konsistenan dan pengulangan kata dengan makna yang sama dalam
tulisan ini mohon koreksi dari pembaca.
Seandainya
ada bahasa yang kurang berkenan dan tidak pada tempatnya hanya mohon maaf yang
biasa penulis pinta.
“ LQ.10.NDR.15.MZSR.15 ”
Refernsi
:
1. Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang
Jasa konstruksi beserta turunannya.
2. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
3. Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
4. Materi Kuliah Hukum Konstruksi : Cara Menyusun Kontrak konstrksi oleh Ir. H. Nazarkhan Yasin
5. Materi Kuliah Hukum Konstruksi : Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi oleh Ir. H. Nazarkhan
Yasin
Oleh :
N a f r i a n d i