PERPANJANGAN
WAKTU PEKERJAAN MELEBIHI TAHUN ANGGARAN
Waktu kontrak merupakan
waktu pelaksanaan pekerjaan yang dihitung dari Surat Perintah Mulai Kerja,
dimana dalam proyek konstruksi waktu kontrak tersebut terdiri dari waktu
pelaksanaan ditambah dengan waktu pemeliharaan, waktu pelaksanaan selesai
akhiri dengan serah terima pertama pekerjaan/provisional hand over (PHO) dan waktu pemeliharaan diakhiri dengan serah terima
akhir pekerjaan/final hand over
(FHO).
Selalu menjadi tofik
diakhir tahun anggaran dalam pelaksanaan proyek adalah penambahan waktu denda
50 (limah puluh) hari kalender (HK) melebihi tahun anggaran dibolehkan atau
tidak, dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/jasa Pemerintah tidak diatur dengan jelas terkait hal tersebut, tapi
ketika pekerjaan tidak selesai diakhir tahun, biasanya 50 HK dengan denda
selalu menjadi perbincangan, bahkan ada yang mengatakan hal tersebut merupakan hak Penyedia Jasa.
Namun dalam Peraturan Presiden
nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada pasal 56
ayat 3 diatur dengan jelas penambahan waktu dengan denda melebihi tahun
anggaran berbunyi “Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk penyelesaian
pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat melampaui tahun anggaran”,
sehingga hal tersebut akan menjadi pedoman bagi pelaksana Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Dalam pelaksanaannya
terkait penambahan waktu melebihi melebihi tahun anggaran tentu tidak akan
semudah itu, karena progress fisik diakhir tahun akan dihitung dan dilakukan
pencairan sebesar progress fisik yang ada, sedangkan sisa fisik yang akan
dikerjakan tahun berikutnya tentu harus dipastikan sudah teranggarkan atau
belum, sebab kalau tidak teranggarkan sisa pekerjaan yang belum terbayar, pada
tahun berikutnya jika tidak dianggarakan pada anggaran murni akan berpotensi
terlambat membayar, apabila terlambat dalam pembayaran tagihan akan membuka
peluang terjadinya cidera janji oleh Pejabat Pembuat Komitmen. (PPK).
Penambahan waktu pelaksanaan dengan denda yang diberikan melampaui tahun anggaran, tentu kita
perlukan administrasi yang jelas, agar dalam pelaksanaan waktu pekerjaaannya tidak
menimbulkan persoalan, karena setiap anggaran yang muncul diawal tahun harus
ditayangkan dalam sistem informasi rencana umum pengadaan, ketika ditayangkan
judul kegiatanpun harus jelas, agar informasi kepada masyarakat tidak menciptakan
polemik terkait pelelangan diawal tahun anggaran..
Untuk penambanhan waktu pekerjaan denda 50 HK tidak perlu dibuat addendumnya dan penambahan waktu menurut pasal
56 Perpres 16 tahun 2018 tersebut sebenarnya adalah penambahan waktu
pelaksanaan dengan denda, karena waktu yang digunakan adalah waktu diluar
kontrak yang telah disepakati, secara otomatis tidak perlu diaddendum, karena
addendum adalah perubahan kontrak, sebelum PPK memberikan waktu denda 50 HK,
ada baiknya terlebih dahulu dilakukan kajian oleh PPK, kajian tersebut harus
benar-banar dilakukan terhadap volume pekerjaan, faktor alam yang akan memberi
pengaruh, struktur organisasi personil pemilik proyek yang sewaktu-waktu bisa
berubah apalagi perubahan tahun anggaran serta faktor-faktor lainnya.
Waktu yang akan
diberikan tersebut ditelaah terutama terhadap item pekerjaannya dan dituangkan
dalam Time schedule, sebaiknya faktor
keamanan terkait jumlah hari kalender yang akan diberikan harus sudah
diperhitungkan oleh PPK, karena dalam pekerjaan apabila sudah terlambat,
biasanya penyedia jasa berbagai cara agar pekerjaan dapat terselesaikan pada sisa waktu
yang tersedia, hal tersebut adalah untuk meyakinkan pengguna jasa sebagai pemilik, sehingga sanggup dan bisa
selesai begitulah biasanya jawaban Penyedia Jasa ketika ditanya dan disodorkan pun surat pernyataan biasanya disanggupi, yang terkadang tanpa memimikirkan lagi hal-hal
yang selalu jadi hambatan disekitar lokasi pekerjaan.
Ketika Peraturan
Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah,
membolehkan menyelesaikan pekerjaan dengan denda selama 50 HK melebihi tahun
anggaran, tentu hal ini perlu diuji dengan peraturan yang lebih tinggi, baik
dengan Peraturan Pemerintah maupun dengan Undang-undang dan jika hal tersebut bertentangan
pada peraturan diatasnya, tentu pasal tersebut harus ditinjau ulang atau kita
kembali keaturan yang lebih tinggi demi kenyamanan pelaksanaan pekerjaan dan
untuk menghidari persoalan lainnya.
Hal-hal perlu menjadi
tofik diskusi untuk menyamakan persepsi, terkait penambahan waktu pekerjaan
dengan denda yang melebihi tahun anggaran, terdapat pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi secara hirarkhi adalah sebagai berikut :
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Terkait
kontrak kerja konstruksi pada pasal 20 ayat 3 huruf b berbunyi “jangka waktu
pelaksanaan pekerjaan konstruksi terdiri dari
(1) tahun tunggal atau (2) tahun Jamak, hal ini harus sudah
direncanakan sejak awal sebelum pelaksanaan pelelangan dilakukan.
2.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
perbendaharaan Negara
Terkait
Pelaksanaan pendapatan dan belanja Negara/Daerah pada pasal 11 berbunyi “tahun
anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 januari sampai dengan 31
desember
Sebenarnya dari 2 (dua)
aturan diatasnya yang secara hirarkhi lebih tinggi, sangat jelas sekali kausul
yang ditulis, dimana terkait kontrak kerja konstruksi harus dipilih tahunnya,
tahun tunggal atau tahun jamak, ketika kita memilih tahun tunggal tentu dengan
sendirinya waktu pelaksanaan baik kontrak atau pun addendum yang merupakan
perubahan kontrak, tidak boleh melebihi tahun anggaran, termasuk didalamnya
pemberian wektu denda, hal ini karena kita sudah terikat pada kontrak tahun
tunggal, artinya paling lambat tanggal 31 desember pekerjaaan harus sudah
selesai atau dihentikan.
Ketika kegiatan tahun
tunggal melebihi 31 desember, tentu sacara gamblang kita akan menyebut
pekerjaan tersebut dilaksanakan 2 (dua) tahun anggaran, walaupun secara
hitungan waktu tidak dilaksanakan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau lebih,
namun karena pekerjaannya pada tahun sekarang dan bisa saja tahun berikutnya
hanya 1 (satu) bulan termanfaatkan, kemudian pekerjaan selesai, hal tersebut
tentu dalam administrasi kegiatannya akan tertulis pelaksanaan pekerjaannya berlangsung 2 (tahun) anggaran.
Bagi para pengikat
kontrak terutama unsur pemilik proyek (PPK/KPA/PA), ada baiknya sebelum lelang
laksanakan menjelang atau saat perhitungan harga perkiraan sendiri (HPS)
cermati dan telaah besaran volume pekerjaan, ketika volume pekerjaaan dengan
waktu yang tersedia tidak akan selesai diakhir tahun, jangan paksakan untuk
dilelang dan sampaikan kepada pimpinan melalui telahaan staf, bahwa pekerjaan
paket tersebut perlu pengurangan anggaran untuk kenyamanan bersama.
Kemudian ketika
pimpinan menyampaikan pekerjaan tersebut harus dilaksanakan dan jika bertahap
akan menimbulkan persoalan lain, maka usulkan pekerjaan tersebut dengan menggunakan
waktu pelaksanaan tahun jamak, karena tahun jamak sebenarnya solusi untuk
pekerjaan yang jika dilaksanakan 1 (tahun) anggaran tidak selesai atau dalam
penyelesaiannya tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan secara bertahap.
Selain hal tersebut
diatas persoalan tidak selesainya pekerjaan pada akhir tahun anggaran, akibat
lambatnya pelaksanaan lelang atau gagal lelang dan harus diulang, terhadap
kondisi ini solusinya mudah sekali, dengan melakukan atau mempercepat
pelaksanaan lelang, sehingga pekerjaan selesai tepat waktu, kapan perlu pada
akhir oktober rencana kontrak selesai dengan merencanakan serah terima
pertamanya di akhir oktober, kalau hal tersebut terjadi tentu akan leluasa
dalam pemanfaatan waktu, karena yang jika tambahan waktu 50 HK dengan denda
masih cukup sampai akhir desember dan masih berada dalam tahun anggaran yang
sama.
Memang dalam pelaksanaan
pembangunan azas manfaat sangat diutamakan oleh para pelaku pengadaan
barang/jasa, namun dalam pelaksanaan pekerjaan khususnya kontrak konstruksi bagi
para pelaku pengadaan barang/jasa peraturan perundang-undangan akan menjadi pedoman
yang sangat penting, sehingga proyek pekerjaan yang dilaksanakan tidak
menimbulkan persoalan bagi siapapun terutama bagi para pengikat kontrak.
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa, dalam Peraturan
Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
pemberian kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dapat
melampaui tahun anggaran, sementara pada Peraturan
Pemrintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, kita
selaku pelaksana disuruh untuk memilih jangka waktu pelaksanaan tahun tunggal atau tahun jamak dan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, pekerjaan satu tahun anggaran mulai 1 januari sampai
dengan 31 desember.
Jadi menurut pendapat
kami selaku penulis, bahwa pekerjaaan yang waktu pelaksanaannya 1 (satu) tahun
anggaran tidak boleh melebihi/meleawati waktu ke tahun berikutnya, baik waktu
kontrak normal ataupun penambahan waktu 50 HK dengan denda, kerena kita
dibatasi oleh tahun yang kita pilih yaitu tahun tunggal dan juga rentang pekerjaan
untuk satu tahun anggaran adalah dimulai 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
Tulisan ini hanyalah pendapat pribadi penulis,
jika ada pembaca yang berbeda pendapat dengan penulis pada prisipnya penulis
menghormati perbedaan tersebut, perbedaan yang ada semoga dapat kita jadikan bahan
masukkan dan referensi untuk kedepannya, selaku penggiat dan pelalku pengadaan
barang/jasa pemerintah, tentu kita berharap kemanjuan dan inovasi terus timbul
dalam pengadaan barang/jasa, sehingga kita berada dalam pelaksanaan pengadaaan barang/jasa
yang satu persepsi.
Penulis
N A F R I A N D I